KORELASI PENGUASAAN DAN
KESALAHAN PELAFALAN VERBA LAMPAU OLEH MAHASISWA PROGRAM STUDI INGGRIS PENUTUR
BAHASA JAWA
Fachrul
Alrista Darajat, Harwintha Yuhria Anjarningsih
Program
Studi Inggris, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok,
16424, Indonesia
E-mail :
fachrulalristadarajat@gmail.com
Abstrak
Tulisan
ini membahas korelasi penguasaan verba lampau mahasiswa program studi Inggris
Universitas Indonesia penutur Jawa dengan kesalahan pelafalan verba lampau.
Penelitian ini adalah perpaduan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif
dengan metode deskriptif analisis. Pengambilan data penelitian ini dilakukan
dengan dua tahap pengujian, yaitu membaca lisan naskah dan berbicara langsung.
Hasil dari penelitian ini menggambarkan adanya perbedaan penguasaan pelafalan
verba lampau pada bentuk teratur (regular)
dan tidak teratur (irregular) serta
pada saat membaca lisan dan berbicara langsung. Hal ini dipengaruhi oleh adanya
perbedaan kondisi pada saat membaca lisan dan berbicara langsung.
Kata kunci: Bahasa Inggris,
penutur bahasa Jawa, verba, past tense,
penguasaan pelafalan, kesalahan berbahasa
Pendahuluan
Dalam pembelajaran bahasa Inggris, pembelajar
diajarkan berbagai jenis kemampuan dasar berbahasa Inggris yang selalu
didapatkan dari tingkat dasar hingga tingkat lanjutan. Pada dasarnya, kemampuan
dasar berbahasa Inggris terdiri dari empat jenis, yaitu menulis (writing), membaca (reading), berbicara (speaking),
dan mendengar (listening), sedangkan
kemampuan tambahan lainnya yang juga menunjang kemampuan dasar di atas adalah
tata bahasa (grammar). Walaupun sudah
menerima materi pembelajaran bahasa Inggris sejak tingkat sekolah dasar, pada
kenyataannya masih banyak pembelajar bahasa Inggris yang belum memiliki
kemampuan berbahasa Inggris yang mumpuni hingga tingkat perguruan tinggi. Hal
ini disebabkan bahasa Inggris yang dipelajari tidak diperuntukkan untuk
keperluan sehari-hari. Tidak terbiasa dalam menggunakan bahasa Inggris inilah
yang menyebabkan kesalahan-kesalahan dalam berbahasa Inggris masih sangat sulit
untuk dihindari terutama oleh mahasiswa. Mahasiswa masih sering mengalami
kesulitan untuk berbicara dalam bahasa Inggris dengan menggunakan tata bahasa
yang tepat. Tidak hanya pada saat berkomunikasi dalam bentuk lisan, mahasiswa
juga sering melakukan kesalahan berbahasa saat menulis dan menentukan struktur
dan tata bahasa yang tepat dalam konteks tertentu yang diberikan.
Salah satu bentuk kesalahan yang paling umum
dilakukan oleh mahasiswa dan pembelajar bahasa Inggris pada umumnya adalah
kesalahan penggunaan verba lampau, baik yang berbentuk teratur (regular verbs) maupun yang berbentuk
tidak teratur (irregular verbs).
Tidak jarang para pembelajar bahasa Inggris melakukan kesalahan pelafalan kata
kerja bahasa Inggris berbentuk teratur yang berdampak pada kesalahan gramatika
dari frasa atau kalimat yang dituturkan. Kesalahan pelafalan ini juga sangat
sulit untuk dihindari oleh mahasiswa program studi Inggris Universitas
Indonesia yang dianggap sudah menerima pengetahuan berbahasa Inggris lebih
intensif dibandingkan mahasiswa program studi lannya. Seringnya kesalahan
berbahasa yang muncul mencerminkan kurang mumpuninya pengetahuan berbahasa Inggris
mahasiswa program studi Inggris yang seringkali dianggap mampu berbahasa
Inggris dengan baik.
Salah satu
kelompok mahasiswa yang merupakan bagian dari program studi Inggris adalah
mahasiswa yang berasal dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur yang juga
merupakan penutur asli bahasa Jawa. Sebagai bahasa dengan penutur terbanyak di
Indonesia, bahasa Jawa dianggap memiliki prestisi yang tinggi dalam masyarakat.
Crystal (1997) memprediksi bahwa jumlah penutur bahasa Jawa adalah sekitar 75
juta orang, dengan distribusi penutur tidak hanya di dalam Indonesia, tetapi
juga di beberapa negara seperti Brunei Darussalam, Malaysia, dan Suriname. Tata
bahasa dalam bahasa Jawa dianggap sangat eksklusif karena memiliki tingkatan
yang berbeda, tergantung dari status sosial yang dimiliki oleh penuturnya.
Tingkatan tersebut terdiri dari krama,
madya, dan ngoko, dan masing-masing memiliki fitur-fitur bahasa tersendiri
(Poejosoedarmo, 1979:11-12).
Dengan mengacu pada beberapa penelitian
sebelumnya dengan permasalahan serupa yaitu “Analisis Kesalahan Sintaksis pada
Tulisan Bahasa Inggris Mahasiswa Program Studi Inggris Universitas Indonesia”
oleh Shabrina Wulan Nursita yang ditulis tahun 2012, “Missing Surface Inflection or Impairment in Second Language
Acquisition? Evidence from Tense and Agreement” oleh Philipe Prevost dan
Lydia White tahun 2000, penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan korelasi
tingkat penguasaan verba lampau bentuk teratur (regular verbs) dan tidak teratur (irregular verbs) dan kesalahan pelafalan verba lampau oleh
mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa.
Tinjauan Teoritis
Kesalahan
Berbahasa Secara Umum
Chomsky dalam
Lehmann (2007) membedakan jenis kesalahan dalam dua dimensi, yaitu dari segi
kompetensi atau error of competence
dan performa atau error of performance.
Error of competence adalah jenis
kesalahan yang muncul karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman dari
pembelajar bahasa dalam menggunakan kaidah bahasa yang tepat pada situasi
tertentu. Berbeda dengan kesalahan jenis ini, error of performance adalah kesalahan yang berada di luar faktor
kebahasaan sehingga kesalahan yang muncul dalam jenis ini bukan berarti
pembelajar tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahasa kedua yang
diajarkan. Kesalahan jenis ini dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain
kelelahan, kehilangan fokus saat bertutur, dan kelalaian.
Sebagai salah satu
fondasi dari kemampuan berbahasa Inggris, pelafalan (pronunciation) merupakan
aspek yang walaupun dipelajari secara terus menerus, tidak dapat lepas dari
kesalahan. Kesalahan pelafalan dalam bahasa Inggris bersifat unavoidable atau tidak dapat dicegah
bagaimanapun kondisi yang diciptakan, baik terstruktur maupun secara spontan
(Hammerly, 1973:106). Mackey (1965) menjelaskan penyebab utama kesalahan
pelafalan yang dilakukan oleh pembelajar adalah karena adanya transfer bahasa
ibu, analogi pada bahasa target, penebakan yang keliru, kekeliruan dalam
memahami bentuk atau struktur yang tepat, dan kurangnya akurasi (accuracy) kemampuan berbahasa.
Moulton (1962)
menjabarkan secara umum jenis-jenis kesalahan pelafalan menjadi empat jenis,
yaitu phonemic errors, phonetic errors, allophonic errors, dan distributional
errors. Secara detil, kesalahan pelafalan juga dapat ditentukan berdasarkan
klasifikasi kesalahan berbahasa yang dikemukakan oleh Dulay, Burt, dan Krashen
(1982). Jenis-jenis kesalahan tersebut adalah penanggalan (omission) yaitu munculnya penyimpangan konstruksi frasa atau
kalimat karena penghilangan satu atau lebih unsur yang diperlukan untuk
membentuk struktur yang tepat, penambahan (addition)
yaitu munculnya penyimpangan konstruksi frasa atau kalimat karena penambahan
satu atau dua unsur yang tidak diperlukan untuk membentuk struktur yang tepat,
salah bentuk (misformation) yaitu
konstruksi frasa dan penyimpangan kaidah bahasa yang muncul karena penggunaan
morfem dan bentuk yang salah dan salah urut (misordering).
Verba Lampau dalam Bahasa Inggris
Dalam
tata kata kerja lampau bahasa Inggris, ada beberapa kata kerja yang merupakan
kata kerja bentuk teratur (regular verbs),
yaitu jenis kata kerja yang pada posisi V2 dan V3
dilakukan modifikasi dengan imbuhan -ed sebagai
penanda. Dengan kata lain, pada verba lampau bentuk teratur ini proses
modifikasi verba dengan penambahan sufiks -ed
adalah bersifat rule-governed
yang menyatakan bahwa setiap penggunaan verba bentuk teratur dalam past tense harus menambahkan -ed pada setiap verba yang bentuk teratur
yang digunakan (Schlinger, 1995:172). Imbuhan tersebut merupakan infleksi (inflection), yaitu variasi dari bentuk
sebuah kata yang harus dimiliki oleh sebuah kata asal sesuai dengan konteks
gramatikal yang diberikan. Infleksi dalam bahasa Inggris pada umumnya berbentuk
suffixes, yaitu imbuhan yang terletak
pada akhir kata. Imbuhan tersebut dapa berbunyi /ɪd/, /t/, dan /d/.
Berbeda
dengan verba lampau bentuk teratur, verba yang berbentuk tidak teratur (irregular verbs) adalah bentuk verba
tidak mengalami modifikasi penambahan sufiks -ed pada akhir verba. Hal ini disebabkan verba jenis ini bersifat item-based atau berdasarkan bentuk
aslinya, berbeda dengan bentuk teratur yang bersifat rule-based (Yang, 2010:241). Selain itu, produksi verba tidak
teratur yang ditambahkan sufiks -ed
seperti comed, bringed, dan thinked
tidak tepat karena rule yang sudah secara
otomatis tersimpan dalam ingatan pembelajar tentang produksi verba yang tepat,
atau dengan kata lain, akan dapat secara langsung diperbaiki dengan mengambil
kata yang tepat dari leksikon (Glass dan Lau, 2003:65).
Analisis
Data
Speech Reading
Data
penelitan ini diambil dari rangkaian tes singkat yang diujikan kepada 15
mahasiswa program studi Inggris Universitas Indonesia yang merupakan penutur
asli bahasa Jawa, dengan rincian 5 mahasiswa dari angkatan 2011, 5 mahasiswa
dari angkatan 2012, dan 5 mahasiswa dari angkatan 2013.
Tahap pertama dari penelitian ini adalah pembacaan script reading dalam bentuk pembacaan
secara lisan sebuah transkrip pidato. Pada tahap ini, peneliti merekam suara
dari subjek penelitian yang membaca transkrip dari sebuah pidato dalam bahasa
Inggris. Tahap kedua dari penelitian ini adalah spontaneous speech yang berupa
wawancara langsung dengan subjek penelitian dalam bahasa Inggris.
Percakapan yang dilakukan akan dilakukan dalam kerangka waktu lampau. Setelah
proses perekaman, peneliti akan menganalisis penguasaan pelafalan verba yang
diamati dari tingkat kesuksesan pelafalan verba secara tepat dan juga
menganalisis kesalahan pelafalan yang dilakukan pada tahap spontaneous speech.
Pada
tahap pertama dari penelitian ini, mahasiswa penutur bahasa Jawa sebagai objek
penelitian ditugaskan menonton sebuah video yang merupakan pidato eulogy Robin Williams yang disampaikan
oleh Billy Crystal yang berjudul The
Emmys 2014 Robin Williams Tribute (Highlight)[1].
Dalam video tersebut, terdapat beberapa verba lampau yang muncul dalam dalam
bentuk teratur (regular verbs) dan
tidak teratur (irregular verbs).
Secara keseluruhan, verba lampau dalam naskah ini muncul sebanyak 37 kali
dengan rincian verba bentuk teratur muncul sebanyak 12 kali dan verba bentuk
tidak teratur sebanyak 25 kali.[2]
Tabel 1
Verba Lampau Bentuk Teratur yang
Muncul dalam The Emmys 2014 Robin
Williams Tribute (Highlight)
Verba Lampau Bentuk Teratur
yang Muncul
|
|
Used
|
Slammed
|
Asked
|
Turned
|
Looked
|
Bounced
|
Perked
|
Screamed
|
Fouled
|
Hitchhiked
|
Ducked
|
Waited
|
Tabel 2
Verba Lampau Bentuk Tidak Teratur yang
Muncul dalam The Emmys 2014 Robin
Williams Tribute (Highlight)
Verba Lampau Bentuk Tidak
Teratur yang Muncul
|
|
Made
|
Said
|
Saw
|
Said
|
Made
|
Came
|
Spent
|
Stood
|
Could
|
Could
|
Knew
|
Would
|
Said
|
Would
|
Got
|
Would
|
Said
|
Said
|
Got
|
Came
|
Got
|
Said
|
Came
|
Could
|
Said
|
Setelah peneliti
menganalisis rekaman dari pembacaan pidato yang dilakukan oleh mahasiswa, ada
kesalahan pelafalan yang muncul baik pada verba lampau yang berbentuk teratur
maupun bentuk tidak teratur. Pada pelafalan bentuk teratur, kesalahan yang
dilakukan oleh mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa adalah missing inflection yang merupakan
penghilangan infleksi -ed pada
akhiran verba lampau bentuk teratur. Untuk pelafalan bentuk tidak teratur yang
tidak memiliki infleksi (zero inflection),
kesalahan pelafalan yang dilakukan merupakan kesalahan penyebutan kata kerja
yang seharusnya diisi dengan kata kerja bentuk V2 sehingga kata
kerja yang diucapkan adalah bentuk V1.
Tabel 3
Jumlah Kesalahan yang Muncul dan Tingkat Kesuksesan Pelafalan Verba Lampau pada
Pembacaan Lisan Teks Pidato Mahasiswa Program Studi Inggris Penutur Bahasa Jawa
Angkatan 2011
Inisial
|
Kesalahan
Pelafalan Verba Lampau
|
Persentase
Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
|
Persentase
Keberhasilan Pelafalan Verba Lampau
|
|||
RV
|
IV
|
RV
|
IV
|
|||
A
|
4
|
1
|
33,33%
|
4,00%
|
66,67%
|
96,00%
|
D
|
4
|
2
|
33,33%
|
8,00%
|
66,67%
|
92,00%
|
Rk
|
2
|
0
|
16,67%
|
0%
|
83,33%
|
100%
|
Rn
|
5
|
0
|
41,67%
|
0%
|
58,33%
|
100%
|
Y
|
4
|
0
|
33,33%
|
0%
|
66,67%
|
100%
|
Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan pada rekaman pembacaan lisan naskah pidato oleh
mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2011, kesalahan
pelafalan verba lampau yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa ini dapat
dikatakan seragam dengan rerata kesalahan pelafalan sebanyak 31,67%.
Berdasarkan nilai tersebut, tingkat kesuksesan pelafalan verba lampau bentuk
teratur yang dimiliki oleh kelompok mahasiswa angkatan 2011 ini adalah sebesar
68,33% atau dapat dikategorikan sebagai cukup[5].
Berbeda dengan hasil yang dimiliki pada pelafalan verba bentuk teratur, jumlah kesalahan
pelafalan pada verba bentuk tidak teratur yang dilakukan oleh mahasiswa program
studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2011 sangat sedikit dengan jangkauan
nilai sebesar 92,00% hingga 100%, dan tingkat kesuksesan ini dapat dikatakan
sangat baik.
Tabel 4
Jumlah Kesalahan yang Muncul dan Tingkat Kesuksesan Pelafalan Verba Lampau pada
Pembacaan Lisan Teks Pidato Mahasiswa Program Studi Inggris Penutur Bahasa Jawa
Angkatan 2012
Inisial
|
Kesalahan
Pelafalan Verba Lampau
|
Persentase
Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
|
Persentase
Keberhasilan Pelafalan Verba Lampau
|
|||
RV
|
IV
|
RV
|
IV
|
RV
|
IV
|
|
F
|
0
|
0
|
0%
|
0%
|
100%
|
100%
|
A
|
1
|
0
|
8,33%
|
0%
|
91,67%
|
100%
|
N
|
0
|
0
|
0%
|
0%
|
100%
|
100%
|
Ye
|
3
|
2
|
25,00%
|
8,00%
|
75,00%
|
92%
|
Yu
|
2
|
0
|
16,67%
|
0%
|
83,33%
|
100%
|
Pada pengujian
yang dilakukan pada kelompok mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa
Jawa angkatan 2012, kesalahan pelafalan verba lampau bentuk teratur dan tidak
teratur lebih sedikit dilakukan dibandingkan dengan kelompok angkatan 2011, dan
menghasilkan rentang persentase kesuksesan sebesar 83,33% hingga 100% dengan
rerata tingkat kesuksesan pelafalan sebesar 90%. Hal ini menandakan mahasiswa
program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2012 sudah memiliki
penguasaan pelafalan verba bentuk teratur yang sangat baik. Serupa dengan
pelafalan verba bentuk teratur, kelompok mahasiswa angkatan 2012 ini juga
memiliki kesalahan pelafalan verba lampau yang berbentuk tidak teratur yang
lebih sedikit dibandingkan kelompok mahasiswa angkatan 2011. Hal ini dapat
dilihat dari tingkat kesuksesan yang sangat tinggi pada pelafalan verba lampau
bentuk tidak teratur, yaitu dengan rentang persentase dari 92% hingga 100% dan
memiliki rerata tingkat kesuksesan sebesar 98,40%.
Tabel 5
Jumlah Kesalahan yang Muncul dan Tingkat Kesuksesan Pelafalan Verba Lampau pada
Pembacaan Lisan Teks Pidato Mahasiswa Program Studi Inggris Penutur Bahasa Jawa
Angkatan 2013
Inisial
|
Kesalahan
Pelafalan Verba Lampau
|
Persentase
Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
|
Persentase
Keberhasilan Pelafalan Verba Lampau
|
|||
RV
|
IV
|
RV
|
IV
|
RV
|
IV
|
|
Sh
|
3
|
1
|
25,00%
|
4,00%
|
75,00%
|
96,00%
|
S
|
3
|
0
|
25,00%
|
0%
|
75,00%
|
100%
|
N
|
3
|
0
|
25,00%
|
0%
|
75,00%
|
100%
|
Y
|
2
|
0
|
16,67%
|
0%
|
83,33%
|
100%
|
D
|
7
|
0
|
58,33%
|
0%
|
41,67%
|
100%
|
Pada pengujian
yang dilakukan pada mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa
angkatan 2013, berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kesalahan
pelafalan yang muncul serupa dengan yang dimiliki oleh kelompok angkatan 2011
dan 2012, yaitu paling banyak terjadi pada pelafalan verba bentuk teratur
dibandingkan dengan verba bentuk tidak teratur. Rentang jumlah kesalahan
pelafalan pada bentuk teratur yang dimiliki oleh kelompok mahasiswa angkatan
2013 ini adalah dari 2 hingga 7 kali kesalahan dari 12 kali verba yang muncul.
Jumlah kesalahan pelafalan ini menghasilkan tingkat kesuksesan pelafalan verba
bentuk teratur dari 41,67% hingga 83,33% dan memiliki rerata kesuksesan sebesar
70%. Berbeda pada pelafalan verba bentuk teratur, kelompok mahasiswa angkatan
2013 ini memiliki jumlah kesalahan pelafalan verba bentuk tidak teratur yang
jauh lebih sedikit, yaitu hanya sebanyak 1 kali dari keseluruhan mahasiswa yang
terdapat dalam kelompok. Jumlah ini menghasilkan tingkat kesuksesan pelafalan
yang sangat tinggi, yaitu dengan rerata sebesar 99,20% dengan rentang nilai 96%
hingga 100%. Tingkat kesuksesan ini mengindikasikan sangat baiknya penguasaan
pelafalan verba lampau bentuk tidak teratur yang dimiliki oleh mahasiswa
program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2013.
Spontaneous
Speech
Dalam
tahap kedua dari penelitian yaitu spontaneous
speech, peneliti melakukan wawancara singkat dengan masing-masing subjek
penelitian. Wawancara yang dilakukan menggunakan bahasa Inggris dan beberapa
pertanyaan dari peneliti dikondisikan dengan penggunaan konteks waktu lampau (past tense) sehingga tuturan dari objek
penelitian dapan dianalisis dan diidentifikasi setiap bentuk kesalahan yang
muncul. Pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk lampau yang diajukan pada subjek
penelitian memiliki tema yang seragam, yaitu tentang pengalaman pada saat SMA,
saat pertama kali kuliah di Universitas Indonesia, dan pengalaman menarik saat
kuliah. Serupa dengan yang dilakukan pada tahap speech reading, pada tahap ini kesalahan yang diidentifikasi adalah
kesalahan pelafalan verba lampau bentuk teratur dan tidak teratur.
Tabel 6
Jumlah Kesalahan yang Muncul dan Tingkat Kesuksesan Pelafalan Verba Lampau pada
Spontaneous Speech Mahasiswa Program
Studi Inggris Penutur bahasa Jawa Angkatan 2011
Inisial
|
Kesalahan
Pelafalan Verba Lampau
|
Persentase
Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
|
Persentase
Keberhasilan Pelafalan Verba Lampau
|
|||
RV
|
IV
|
RV
|
IV
|
RV
|
IV
|
|
A[6]
|
4
|
0
|
100%
|
0%
|
0%
|
100%
|
D[7]
|
2
|
5
|
100%
|
55,55%
|
0%
|
44,45%
|
Rk[8]
|
2
|
3
|
50,00%
|
20,00%
|
50,00%
|
80,00%
|
Rn[9]
|
1
|
2
|
25,00%
|
22,22%
|
75,00%
|
77,78%
|
Y[10]
|
3
|
6
|
60,00%
|
66,67%
|
40,00%
|
33,33%
|
Berdasarkan hasil
penelitian pada tahap pengujian spontaneous
speech yang dipaparkan pada tabel di atas, kelompok mahasiswa program studi
Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2011 telah melakukan kesalahan pelafalan
verba lampau bentuk teratur dan tidak teratur yang cukup banyak dari verba yang
dihasilkan oleh masing-masing mahasiswa dalam kelompok ini. Terdapat 2
mahasiswa dari kelompok ini yang salah melafalkan semua verba bentuk teratur
yang diproduksi. Untuk mahasiswa lainnya, rentang persentase kesalahan yang
dilakukan berkisar dari 25,00% hingga 60,00%. Nilai-nilai tersebut menghasilkan
rentang tingkat kesuksesan pelafalan yang kurang baik yaitu dari 40,00% hingga
75% dengan rerata kesuksesan hanya sebesar 55,00%.
Berbeda dengan
pelafalan bentuk teratur, kelompok mahasiswa angkatan 2011 ini memiliki tingkat
kesuksesan pelafalan verba bentuk tidak teratur yang lebih baik. Hal ini dapat
dilihat dari lebih sedikitnya perbandingan kesalahan pelafalan verba bentuk
tidak teratur yang dilakukan oleh masing-masing mahasiswa. Selain itu, rentang
persentase kesalahan pelafalan verba bentuk ini juga lebih rendah, yaitu dari
20,00% hingga 66,67% dengan 1 mahasiswa mampu memproduksi seluruh verba bentuk
ini dengan tepat, dan jumlah tersebut menghasilkan tingkat keberhasilan
pelafalan yang dapat dikatakan cukup baik, yaitu dari 33,33% hingga 100% dengan
rerata sebesar 67,11%.
Tabel 7
Jumlah Kesalahan yang Muncul dan Tingkat Kesuksesan Pelafalan Verba Lampau pada
Spontaneous Speech Mahasiswa Program
Studi Inggris Penutur bahasa Jawa Angkatan 2012
Inisial
|
Kesalahan
Pelafalan Verba Lampau
|
Persentase
Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
|
Persentase
Keberhasilan Pelafalan Verba Lampau
|
|||
RV
|
IV
|
RV
|
IV
|
RV
|
IV
|
|
F[11]
|
2
|
1
|
40,00%
|
12,50%
|
60,00%
|
87,50%
|
A[12]
|
0
|
3
|
0%
|
33,33%
|
100%
|
66,67%
|
N[13]
|
0
|
0
|
0%
|
0%
|
100%
|
100%
|
Ye[14]
|
5
|
6
|
55,55%
|
42,86%
|
44,45%
|
57,14%
|
Yu[15]
|
1
|
4
|
25,00%
|
100%
|
75,00%
|
0%
|
Berdasarkan
pengujian tahap spontaneous speech yang
dilakukan pada mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan
2012, tingkat kesalahan yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa ini jauh lebih
baik pada pelafalan verba lampau bentuk teratur, tetapi sedikit lebih rendah
jika dibandingkan dengan hasil yang didapat dari pengujian pada kelompok
mahasiswa angkatan 2011. Untuk pelafalan verba lampau bentuk teratur, mahasiwa
program studi Inggris penutur bahasa Jawa melakukan jauh lebih sedikit
kesalahan dibandingkan kelompok mahasiswa angkatan 2011, yaitu hanya sebanyak 8
kali dengan 2 mahasiswa mampu melafalkan verba bentuk teratur dengan benar dari
semua verba yang diproduksi. Hasil tersebut menghasilkan tingkat keberhasilan
pelafalan yang cukup baik, yaitu antara 44,45% hingga 100% dengan rerata
keberhasilan sebesar 75,89%. Berbeda dengan pelafalan verba bentuk teratur,
kelompok mahasiswa angkatan 2012 ini memiliki tingkat keberhasilan pelafalan
verba lampau bentuk tidak teratur yang sedikit lebih rendah dibandingkan
kelompok mahasiswa angkatan 2011. Walaupun menghasilkan tingkat keberhasilan
yang lebih rendah dari kelompok mahasiswa angkatan 2011, kelompok ini memiliki
keberhasilan pelafalan yang cukup baik, yaitu dengan rerata sebesar 62,26%
dengan rentang persentase yang cukup lebar dari yang tidak sama sekali berhasil
melakukan seluruh pelafalan dengan benar hingga 100% pelafalan dapat dilakukan
dengan baik.
Tabel 8
Jumlah Kesalahan yang Muncul dan Tingkat Kesuksesan Pelafalan Verba Lampau pada
Spontaneous Speech Mahasiswa Program
Studi Inggris Penutur bahasa Jawa Angkatan 2013
Inisial
|
Kesalahan
Pelafalan Verba Lampau
|
Persentase
Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
|
Persentase
Keberhasilan Pelafalan Verba Lampau
|
|||
RV
|
IV
|
RV
|
IV
|
RV
|
IV
|
|
Sh[16]
|
n/a
|
5
|
n/a
|
100%
|
n/a
|
0%
|
S[17]
|
1
|
0
|
33,33%
|
0%
|
66,67%
|
100%
|
N[18]
|
9
|
11
|
100%
|
78,58%
|
0%
|
21,42%
|
Y[19]
|
0
|
1
|
0%
|
6,67%
|
100%
|
93,33%
|
D[20]
|
4
|
6
|
100%
|
50,00%
|
0%
|
50%
|
Berdasarkan pengujian yang dilakukan
pada kelompok mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan
2013, kelompok mahasiswa ini memiliki tingkat keberhasilan pelafalan verba
lampau bentuk teratur dan tidak teratur yang paling rendah dibandingkan dengan
yang dihasilkan oleh kelompok mahasiswa angkatan 2011 dan 2011. Pada pelafalan
verba lampau bentuk teratur, kelompok mahasiswa angkatan 2013 ini melakukan
kesalahan pelafalan yang cukup banyak, yaitu dengan rentang jumlah kesalahan
dari 1 kali hingga 9 kali dengan 1 mahasiswa tidak memproduksi satupun verba
lampau bentuk teratur. Jumlah tersebut menghasilkan tingkat kesuksesan yang
secara rerata sangat rendah yaitu sebesar 58,33% karena hanya 2 mahasiswa yang
tidak memiliki tingkat keberhasilan 0%, yaitu S dengan 66,67% dan Y dengan 100%
keberhasilan pelafalan. Rendahnya rerata yang dimiliki kelompok mahasiswa
angkatan 2013 ini menandakan rendahnya penguasaan pelafalan verba lampau bentuk
teratur yang dimiliki oleh kelompok mahasiswa ini.
Serupa dengan yang dihasilkan pada
pelafalan verba bentuk teratur, kelompok mahasiswa ini juga menghasilkan
tingkat keberhasilan pelafalan verba lampau bentuk tidak teratur yang terendah
jika dibandingkan dengan kelompok mahasiswa angkatan 2011 dan 2012, yaitu
berkisar antara 0% hingga 100% dengan rerata hanya sebesar 52,95%. Hal ini
disebabkan sangat banyaknya kesalahan pelafalan yang dilakukan jika
dibandingkan dengan jumlah verba bentuk tidak teratur yang diproduksi oleh
kelompok mahasiswa ini. Jumlah kesalahan yang dilakukan berkisar antara 0
hingga 11 kali dengan jumlah kesalahan pelafalan secara keseluruhan sebesar 23
kali kesalahan. Hal ini mengindikasikan rendahnya penguasaan pelafalan yang
dimiliki oleh mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2013
tidak hanya pada pelafalan verba lampau bentuk teratur, tetapi juga pelafalan
verba bentuk tidak teratur.
Temuan dan Pembahasan
Pembahasan
Speech Reading
Pada pengujian speech reading yang dilakukan oleh mahasiswa program studi Inggris
penutur bahasa Jawa angkatan 2011 ditemukan
kesalahan pelafalan verba lampau sebanyak 22 kali secara keseluruhan, dengan
rincian jenis kesalahan pelafalan pada verba bentuk teratur sebanyak 19 kali
dan bentuk tidak teratur sebanyak 3 kali. Kesalahan pelafalan yang dilakukan
adalah berupa penghilangan infleksi -ed pada
verba-verba lampau bentuk teratur. Kesalahan paling banyak dilakukan pada
pengejaan kata slammed dengan
menghilangkan infleksi -ed pada kata
tersebut sebanyak 3 kali sehingga menghasilkan pelafalan verba yang berbunyi /slæm/
tanpa ada /d/ di bagian akhir verba sebagai penanda lampau verba bentuk
teratur. Selanjutnya, kata looked, perked, hitchhiked, asked, dan turned salah diucapkan dengan
menghilangkan infleksi -ed
masing-masing sebanyak 2 kali menjadi /lʊk/, /pɜːk/, /ˈhɪʧˌhaɪk/, /ɑːsk/, dan /tɜːn/
tanpa akhiran fonem /t/ atau /d/ yang muncul, dan kata used, waited, dan screamed salah diucapkan sebanyak 1 kali
yang menjadi /juːz/, /ˈweɪtɪ/, dan
/skriːm/ tanpa ada fonem /d/ yang muncul di akhir verba.
Untuk jenis kesalahan pelafalan verba bentuk
tidak teratur kesalahan yang terjadi muncul dalam penuturan said sebanyak 2 kali oleh 2 mahasiswa
yang berbeda dan come sebanyak 1 kali
oleh seorang mahasiswa. Pada penuturan kata said,
kedua mahasiswa tidak mengucapkan kata said
dan menghasilkan bunyi /sɛd/, tetapi mengucapkan kata say yang berbunyi /seɪ/ sehingga dalam konteks ini penggunaan verba
bentuk V1 dinyatakan salah karena kalimat yang dibaca berada pada
konteks past dan bukan present. Kasus yang serupa terjadi pada
pengucapan kata come dengan bunyi /kʌm/
yang seharusnya merupakan kata came
yang berbunyi /keɪm/ sehingga menyebabkan terjadinya kesalahan penggunaan kata
kerja sesuai dengan tata bahasa Inggris.
Berbeda
dengan mahasiswa angkatan 2011, mahasiswa angkatan 2012 yang diuji dalam tes
ini jauh lebih sedikit melakukan kesalahan pelafalan verba lampau dengan total
sebanyak 8 kesalahan, dengan rincian jenis kesalahan pelafalan bentuk teratur
sebanyak 6 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 2 kali. Verba teratur yang
paling banyak disalahucapkan adalah bounced
dengan total 3 kesalahan yang dilakukan oleh 3 mahasiswa yang berbeda,
sedangkan kata looked, perked, dan turned disalahucapkan sebanyak masing-masing 1 kali. Kelompok
mahasiswa ini melakukan kesalahan penuturan yang menghilangkan infleksi -ed pada kata yang dijabarkan di atas dan
menggunakan kata-kata dalam bentuk V1 pada penuturannya, dan hal
tersebut tidak sesuai dengan tata bahasa Inggris dalam kerangka waktu past tense. Untuk jenis kesalahan
pelafalan verba bentuk tidak teratur, kata yang disalahucapkan adalah kata knew dan came. Kedua kata tersebut diucapkan dalam bentuk V1 oleh
mahasiswa sehingga berbunyi know dan come, sedangkan konteks yang terdapat
dalam kalimat pidato adalah past tense
sehingga menyebabkan terjadinya kesalahan tata bahasa pada tuturan kedua kata
tersebut.
Pada
pengujian yang dilakukan pada mahasiswa angkatan 2013, sebanyak 19 kesalahan
pelafalan kata kerja lampau bahasa Inggris muncul dengan rincian 18 kali jenis
kesalahan pelafalan verba bentuk teratur dan 1 kali kesalahan pelafalan verba
bentuk tidak teratur. Kata kerja yang paling banyak disalahucapkan oleh
kelompok mahasiswa angkatan 2013 adalah kata bounced sebanyak 4 kali, disusul dengan kata turned dengan jumlah kesalahan 3 kali, sedangkan kata used, perked, dan ducked sebanyak
2 kali dan looked, waited, slammed, screamed, asked hanya sebanyak 1 kali. Seragam
dengan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa program studi
Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2011 dan 2012, semua kesalahan yang muncul
berbentuk penghilangan infleksi -ed pada
setiap kata kerja yang diucapkan sehingga menyebabkan pelanggaran tata bahasa
dalam konteks past tense.
Kesalahan pelafalan yang muncul pada ketiga
kelompok mahasiswa di atas cenderung memiliki pola yang sama. Pada
masing-masing kelompok, kesalahan yang muncul lebih banyak dilakukan pada
pelafalan verba bentuk teratur, dan perbandingannya dengan kesalahan pelafalan
verba tidak teratur sangat signifikan. Hampir semua mahasiswa yang diujikan
dalam penelitian ini melakukan penghilangan (omission) infleksi pada beberapa kata kerja dalam waktu lampau
sehingga dibaca sebagai kata kerja bentuk present
atau V1. Selain itu, kata-kata yang mengalami missing inflection juga pada umumnya
seragam antara lain looked, perked, turned, slammed, dan bounced, dan bunyi -ed yang hilang tidak dipengaruhi oleh bunyi kata yang muncul
setelahnya sehingga kesalahan hanya terjadi pada pelafalan verba-verba yang
dihilangkan infleksinya oleh mahasiswa. Walaupun pola kesalahan yang dilakukan
cukup serupa, kesalahan pelafalan yang dilakukan sangat minimal jika
dibandingkan dengan tingkat kesuksesan pelafalan verba lampau yang dimiliki
oleh mahasiswa sehingga tetap menandakan bahwa kesalahan yang muncul hanya
berupa selip lidah.
Kesalahan missing
inflection yang muncul pada penelitian tahap speech reading ini muncul karena perbedaan fitur bahasa Jawa
sebagai bahasa ibu dengan bahasa Inggris. Dalam penelitian tahap ini, fitur
bahasa Inggris yang tidak terdapat dalam bahasa Jawa sebagai bahasa ibu adalah
infleksi, dan infleksi adalah salah satu fitur dalam bahasa Inggris yang paling
penting karena berfungsi sebagai penanda konteks waktu frasa atau kalimat.
Karena ketidaktersediaan fitur inilah mahasiswa-mahasiswa penutur bahasa Jawa
ini memiliki kecenderungan untuk melakukan penghilangan infleksi pada verba
lampau dan melakukan generalisasi berlebihan atau overgeneralization pada beberapa penggunaan kata kerja bahasa
Inggris. Karena penelitian ini sudah menggunakan mahasiswa program studi
Inggris penutur bahasa Jawa dengan latar belakang yang homogen, penelitian ini
dapat dikembangkan lebih jauh dengan penelitian selanjutnya yang dapat
menggambarkan seberapa besar peran bahasa ibu pada kesalahan-kesalahan
pelafalan yang dilakukan.
Tidak hanya missing
inflection, jenis kesalahan lainnya yang muncul adalah kesalahan pelafalan
verba lampau bentuk tidak teratur yang tidak memiliki infleksi (zero inflection) dalam bentuk tertukarnya penggunaan V2 dengan V1 pada
teks dalam bentuk lampau. Walaupun tidak sebanyak missing inflection, jenis kesalahan ini tetap muncul pada beberapa
mahasiswa. Sebagai contoh, pada sebuah kalimat dalam teks pidato muncul kata came yang merupakan bentuk dasar dari
kata come, menandakan kalimat
tersebut berada dalam konteks waktu lampau. Akan tetapi, beberapa mahasiswa
melakukan salah ucap dengan mengucapkan kata come yang merupakan bentuk dasar dari came. Kesalahan pelafalan tersebut termasuk dalam kesalahanan
tatanan fonemis atau phonemic error.
Dalam kasus ini, fonem yang tertukar adalah /eɪ/ pada came yang berbunyi /keɪm/ dengan /ʌ/ pada come yang berbunyi /kʌm/. Tertukarnya fonem vokal tersebut
mempengaruhi perbedaan produksi V2 dengan V1 yang
dilakukan oleh mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa. Kesalahan
pengucapan tersebut terjadi karena dalam bahasa Jawa tidak ada pengaturan kata
kerja yang dipengaruhi oleh konteks waktu seperti dalam bahasa Inggris. Serupa
dengan kesalahan jenis missing inflection,
ketidaktersediaan fitur bahasa ini menyebabkan munculnya kesalahan dalam
pengucapan kata kerja bahasa Inggris bentuk lampau yang dilakukan oleh
mahasiswa penutur bahasa Jawa.
Jika dilihat dari persentase kesuksesan
keseluruhan pada tahap ini, produksi verba lampau bentuk teratur jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan produksi verba bentuk teratur. Hal ini menjadi
menarik karena hipotesis awal yang sudah ada sebelumnya yang menyatakan bahwa
produksi verba lampau bentuk tidak teratur lebih sulit dibandingkan bentuk
teratur (lihat Bab 2) tidak berlaku pada hasil penelitian ini karena mahasiswa
program studi Inggris penutur bahasa Jawa lebih menguasai produksi verba bentuk
tidak teratur dibandingkan dengan produksi verba bentuk teratur. Hal ini
mengindikasikan tingginya kemampuan mahasiswa program studi Inggris penutur
bahasa Jawa dalam mengambil verba lampau dari leksikon secara utuh dibandingkan
kemampuan dalam memproses verba bentuk teratur berdasarkan pengaturan dalam
bahasa Inggris tentang regular verbs dengan
menambahkan infleksi -ed di bagian akhir verba.
Pembahasan
Spontaneous Speech
Beberapa
jenis kesalahan pelafalan yang dilakukan oleh mahasiswa program studi Inggris
penutur bahasa Jawa angkatan 2011, 2012, dan 2013 pada tugas berbicara lisan
secara langsung muncul karena tidak konsistennya penggunaan kata kerja bahasa
Inggris dalam bentuk past tense yang
dijadikan pengontrol dalam wawancara. Hal ini menyebabkan munculnya
kesalahan-kesalahan pelafalan seperti penghilangan infleksi -ed pada verba lampau bentuk teratur dan
kesalahan pelafalan V2 yang tertukar dengan V1 yang
berbentuk tidak teratur walaupun bentuk verba ini tidak memiliki modifikasi
penambahan infleksi (zero inflection).
Pada kutipan percakapan yang dilakukan dengan mahasiswa berinisial D yang
tertera di bawah ini,
(1) D: Ah, it was difficult, at first.
F: And?
D: And it’s not like... what I expect...
(2) D: Actually when I, when I choose
IPS as my... my study, I don’t
think... I didn’t think that I...
you know, could be the best at my
school... at my class, but then I can
do it. I really... I’m really proud
of myself so... I think that was
very unforgettable experience.
jenis kesalahan yang muncul disebabkan oleh tidak konsistennya
penggunaan kata kerja yang digunakan dalam kalimat. Pada contoh (1) yaitu “it was
difficult at first” sudah dilakukan penggunaan kata kerja bentuk past tense, namun pada penuturan
selanjutnya “it’s not like... what I expect...” penggunaan verba lampau yang sesuai dengan konteks dalam wawancara
dilanggar dengan menghilangkan infleksi -ed
pada verba expect sebagai penanda
past tense. Oleh karena itu, kata
yang digunakan yaitu expect merupakan
V1, dan penggunaan V1 dalam kalimat past adalah salah satu bentuk pelanggaran berbahasa.
Pada contoh
kutipan (2) yang tertulis di atas terdapat beberapa jenis kata kerja yang tidak
secara konsisten digunakan. Penggunaan choose,
don’t, dan can, dinilai tidak tepat karena konteks yang terdapat dalam kalimat
wawancara tersebut adalah dalam past tense
sehingga penggunaan bentuk kata kerja dalam present
tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, alternatif jawaban yang dapat diberikan
dalam kutipan tersebut adalah,
“Actually when I, when I chose IPS as my... my study, I didn’t
think... I didn’t think that I...
you know, could be the best at my
school... at my class, but then I could
do it. I really... I was really proud of myself so... I think that was very unforgettable experience.”
Kesalahan
dalam bentuk inkonsistensi penggunaan kata kerja bahasa Inggris dalam bentuk past tense juga dapat dilihat dari
contoh kutipan di bawah ini.
(3)
Rk: Because I mean the teachers that taught me in that semester, they kind
of objective in giving the grade because previously I don't know how the teacher gave
us the score but that semester they gave
the grade objectively so I feel reassured
because I kind of a student model
type.
Pada contoh kutipan wawancara yang dilakukan
dengan mahasiswa berinisial Rk (4) di atas, bentuk kesalahan yang muncul juga
seragam dengan contoh kutipan (1), (2), dan (3) yaitu tidak konsistennya
penggunaan kata kerja bahasa Inggris dalam bentuk past tense dengan bentuk present
tense. Dalam konteks wawancara ini, sama dengan konteks sebelumnya,
menggunakan kerangka waktu past. Oleh
karena itu, kata kerja yang harus digunakan dalam kalimat adalah yang berbentuk
past atau dalam bentuk V2.
Alternatif jawaban yang tepat yang dapat diberikan pada kalimat tersebut
adalah,
“Because I mean the teachers that taught
me in that semester, they were kind
of objective in giving the grade because previously I didn’t know how the teachers gave
us the score but that semester they gave
the grades objectively so I feel reassured
because I was kind of a student
model type.”
Rendahnya tingkat
kesuksesan pelafalan kata kerja lampau bentuk teratur dan tidak teratur pada
pengujian tahap spontaneous speech
yang bersifat komunikatif menandakan sebagian besar mahasiswa tidak mampu
melafalkan kata kerja lampau bentuk teratur dan tidak teratur yang optimal pada
saat berkomunikasi dua arah secara langsung. Jauh berbeda dengan yang
dihasilkan pada pengujian speech reading,
seluruh mahasiswa yang diujikan memiliki tingkat kesuksesan pelafalan verba
dari cukup baik hingga sangat baik, dan hal ini menandakan secara keseluruhan
mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa sudah memiliki penguasaan
pelafalan verba lampau bentuk teratur dan tidak teratur yang baik.
Pada speech
reading, kesalahan pelafalan yang
dilakukan oleh mahasiswa cenderung sedikit karena kata yang muncul sudah ada
dalam tayangan video dan naskah yang dibaca sehingga proses produksi kata tidak
terlalu bergantung pada pengetahuan konteks bahasa yang dimiliki mahasiswa.
Pada saat melakukan pembacaan naskah, mahasiswa tidak perlu memproses background knowledge dari bahasa yang
akan disampaikan. Hal ini berlaku pada verba bentuk teratur maupun tidak
teratur. Pada verba bentuk teratur, mahasiswa tidak perlu “menggali lebih
dalam” leksikon penggunaan V1 yang sudah dimodifikasi dengan
infleksi -ed dan hanya tinggal
membaca naskah yang sudah disediakan. Untuk verba bentuk tidak teratur,
mahasiswa juga tidak perlu mencari leksikon yang tepat dari perubahan kata
antara V1 dan V2 sehingga kesulitan yang dialami akan
jauh lebih ringan.
Sebaliknya, pada spontaneous speech, mahasiswa diminta untuk tetap mengikuti
wawancara sesuai dengan konteks yang sudah disesuaikan (past tense) dan berusaha memproduksi kalimat dalam bahasa Inggris
yang sesuai dengan tata bahasa yang tepat. Berbeda dengan tahap speech reading, pada tahap ini pengetahuan mahasiswa dalam menggunakan kata kerja
bentuk past akan lebih banyak
dibutuhkan karena tidak ada naskah yang digunakan untuk membantu mahasiswa
memproduksi kata yang tepat. Mahasiswa
harus memutuskan apakah verba yang digunakan merupakan verba bentuk teratur
atau tidak teratur. Jika yang digunakan adalah bentuk teratur, maka mahasiswa
harus melakukan modifikasi verba dengan penambahan infleksi -ed dan fonemnya di akhir verba. Jika
yang digunakan adalah bentuk tidak teratur, mahasiswa harus menggunakan
leksikon V2 yang utuh dan tidak mengalami modifikasi penambahan
infleksi seperti verba bentuk teratur.
Pada titik inilah hambatan muncul yang secara
signifikan mengganggu penuturan kata kerja bahasa Inggris bentuk past yang sesuai dengan tata bahasa.
Adanya tayangan video dan naskah pada pembacaan pidato membantu mahasiswa
program studi Inggris penutur bahasa Jawa dalam “mencari” penggunaan kata kerja
yang tepat tanpa harus “menggali” lebih dalam pengetahuan yang mereka miliki
tentang penggunaan kata kerja bahasa Inggris bentuk past. Selain itu, pada pembacaan naskah tidak ada batasan waktu (time constraint) yang diberikan sehingga
mahasiswa mampu lebih berhati-hati saat membaca teks. Hal yang berbeda terjadi
pada pengujian spontaneous speech.
Adanya time constraint dan tidak
adanya teks menyebabkan mahasiswa kesulitan untuk menggunakan kata kerja dalam
kalimat wawancara yang sesuai dengan tata bahasa Inggris yang tepat. Oleh sebab
itu, mahasiswa sebagai subjek penelitian ini cenderung mengambil cara paling
“aman” pada beberapa penuturan jawaban yaitu dengan menggunakan konteks present tense dalam kalimat yang
diucapkan.
Variasi fitur kata kerja dalam konteks past tense yang lebih beragam dapat
mengakibatkan kesulitan bagi mahasiswa yang terlibat dalam penelitian ini pada
saat berbicara di tahap spontaneous
speech. Penggunaan kata kerja dalam present
tense pada akhirnya dilakukan oleh mahasiswa dalam beberapa kesempatan
karena fitur pada present tense yang
lebih mudah untuk digunakan dan tidak membutuhkan waktu yang lama dalam
memproduksi kalimat dalam wawancara sehingga dijadikan sebagai cara yang paling
“aman” dalam menyampaikan pesan. Akan tetapi, penggunaan present tense tidak sesuai dengan konteks yang diberikan dalam
pertanyaan yang diajukan dalam past tense
sehingga menimbulkan generalisasi berlebihan (overgeneralization) terhadap konteks dalam wawancara sebagai bentuk
interferensi dalam berbahasa pada spontaneous
speech. Oleh karena itu, pada tahap ini interferensi dalam bentuk overgeneralization adalah penyebab utama
banyaknya kesalahan penggunaan kata kerja bahasa Inggris bentuk past dalam tahap spontaneous speech, dan hal ini mengimplikasikan bahwa mahasiswa
program studi Inggris penutur bahasa Jawa cenderung mengalami permasalahan ini
pada saat berkomunikasi langsung.
Kesimpulan
Kesimpulan umum
dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa
memiliki penguasaan pelafalan verba lampau yang berbeda pada setiap tugas yang
diberikan, yaitu penguasaan pelafalan verba bentuk teratur lebih rendah dibandingkan
pelafalan verba bentuk tidak teratur pada saat membaca lisan, namun lebih
tinggi saat berbicara langsung secara dua arah. Selain itu, penguasaan
pelafalan verba lampau pada saat membaca lisan jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan pada saat berbicara secara langsung. Faktor utama yang menjadikan tidak
selarasnya penguasaan pelafalan pada saat membaca lisan dan berbicara langsung
adalah pengaruh adanya time constraint
dan tidak adanya narasi yang membantu mahasiswa dalam melafalkan verba lampau.
Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis sebagai pihak yang meneliti mahasiswa
program studi Inggris penutur bahasa Jawa dalam penelitian ini memiliki
beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh mahasiswa sebagai pembelajar
bahasa Inggris sebagai bahasa kedua dan pihak yang memberikan dan menyusun
pengajaran bahasa Inggris di program studi Inggris Universitas Indonesia.
Saran-saran tersebut dijabarkan dalam poin-poin berikut.
1.
Walaupun
pembelajaran past tense terutama
penggunaan verba bentuk teratur dan tidak teratur sebagai bagian dari materi
mata kuliah Bahasa Inggris telah dilakukan di semester awal, sebaiknya
mahasiswa memiliki peran aktif dalam terus mempelajari tata bahasa Inggris
materi past tense pada
semester-semester berikutnya.
2.
Mahasiswa
sebagai pembelajar sebaiknya melakukan refleksi diri terhadap
penggunaan-penggunaan kata kerja yang sudah dilakukan. Hal ini dapat dilakukan
supaya menghindari kesalahan yang sama pada penggunaan kata kerja saat
berkomunikasi.
3.
Pengajar
mata kuliah Bahasa Inggris khususnya materi grammar
sebaiknya secara konsisten menguji pemahaman mahasiswa dalam penggunaan verba
lampau dan mengevaluasi praktik mahasiswa dalam penggunaanya di kelas. Sisi
yang dapat diuji adalah pelafalan verba lampau yang dilakukan oleh mahasiswa,
apakah pelafalan tersebut sudah tepat atau masih terdapat kesalahan-kesalahan
seperti yang muncul pada penelitian ini.
4.
Pengajar
mata kuliah Bahasa Inggris khususnya materi listening
and speaking sebaiknya berkolaborasi dalam mengajarkan mahasiswa tentang
penggunaan kata kerja bahasa Inggris bentuk past.
Sejauh ini berdasarkan pengamatan dari penulis, pada perkuliahan listening and speaking yang menjadi
fokus adalah kelancaran (fluency)
mahasiswa dalam berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan kurang mengutamakan akurasi
(accuracy) dalam berkomunikasi dengan
tepat sesuai dengan tata bahasa Inggris.
Selain itu, penelitian ini dapat
dikembangkan lebih jauh lagi dengan adanya penelitian interlingual lanjutan
yang menganalisis penulisan bebas yang dilakukan oleh mahasiswa penutur selain
Jawa. Hal ini perlu dilakukan karena serupanya fitur-fitur bahasa yang daerah
yang ada di Indonesia dengan bahasa Indonesia sendiri, dan berbeda dengan fitur
yang ada dalam bahasa Inggris. Penulisan tersebut dapat berupa esai, jurnal,
makalah, atau karangan bebas yang menggunakan bahasa Inggris sehingga variasi
penggunaan kata kerja bahasa Inggris bentuk
past dapat lebih ditunjukkan dan diamati dan pola penggunaan kata kerja
dalam tulisan-tulisan tersebut dapat lebih terlihat jika dibandingkan dengan
penggunaan kata kerja bahasa Inggris dalam kegiatan lainnya. Tidak hanya itu,
penelitian lanjutan juga dapat dilakukan dengan memberikan pengujian pada
subjek penelitian yang lebih banyak lagi sehingga dapat memberikan gambaran
hasil yang lebih detail dan kuat validasinya. Tidak hanya itu, penelitian
lanjutan dapat menggunakan konten pengujian yang lebih seragam sehingga hasil
yang didapatkan mampu menjadi lebih valid.
DAFTAR
REFERENSI
Ahmad, H. P. (2002). Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Manasco
Offset.
Amberg, J.S. & Vause,
D.J. (2009). American English: history,
structure, and usage. New York: Cambridge University Press.
Brown, H. D. (1980). Principles of language teaching and learning.
New Jersey: Prentice Hall.
Brown, H. D. (2007). Principle of language learning and eaching.
New York: Pearson Education, Inc.
Bybee, J. L., & Slobin,
D. I. (1982). Rules and schemas in the development and use of the English past
tense. Language, 265-289.
Chomsky, N. (1965). Aspects of the theory of syntax. Cambridge,
MA: MIT Press.
Coghill, J. & Magedanz,
S. (2003). English grammar. New
Jersey: Wiley.
Corder, S. P. (1982). Error analysis and interlanguage.
Oxford: Oxford University Press.
Crystal, D. (1997). English as global language - second edition.
New York: Cambridge University Press.
Dulay, et al. (1982). Language Two. New York: Oxford
University Press.
Gebhardt, F. (2011). English pronunciation. Diakses 13 Mei
2015 dari http://lettere2.unive.it/lingue/lingua_ING/English_Pronunciation.pdf.
Gottlieb, M., Cranley, M. E.,
& Cammileri, A. (2007). Understanding
the WIDA English language proficiency standards: A resource guide. Board of
Regents of the University of Winconsin System.
Hammerly, H. (1973). The
correction of pronunciation errors. The
Modern Language Journal, 57(3), 106-110.
James, C. (2001). Errors in language learning and use.
London: Longman.
Kachru, Y. (2008). Cultures, context, and world Englishes.
New York: Routledge.
Khairah, M. & Ridwan, S.
(2014). Sintaksis: memahami satuan
kalimat perspektif fungsi. Jakarta: Bumi Aksara.
Langan, J. (2001). College writing skills with readings.
Boston: McGraw Hill.
Lennon, P. (1991). Error:
some problems of definition and identification. Applied Linguistics, 13, 180-195.
McCarthy, C. (2006). What's
missing from missing inflection?: features in L2 Spanish. McGill Working Papers in Linguistics, 20(2), 21.
McClelland, J. L., &
Patterson, K. (2002). Rules or connections in past-tense inflections: what does
the evidence rule out?. Trends in
cognitive sciences, 6(11), 465-472.
Moulton, W. G. (1962). Toward
a classification of pronunciation errors. The
Modern Language Journal, 46(3), 101-109.
Mulyani, S. (2011). Verba turunan dalam bahasa Jawa.
Universitas Negeri Yogyakarta. http:// http://download.portalgaruda.org/article.php?article=
52360&val=486.
Napitupulu, S. (2008).
Analisis Kesalahan Sintaksis Karangan Bahasa Inggris Jurusan Bahasa Inggris
FKIP Universitas HKBP Nommensen Pematang Siantar. Tesis Magister pada
Universitas HKBP Nommensen Pematang Siantar: diterbitkan.
Purpura, J. E. (2004).
Designing Test Tasks to Measure L2 Grammatical Ability. Assessing Grammar, 100-145.
Richards, J. C. (1971). A
non-contrastive approach to error analysis. English
Language Teaching Journal, 25, 3, 204-219.
Richards, J. C. (2001). Curriculum development in language teaching.
New York: Cambridge University Press.
Selinker, L. (1972). Interlanguage: an international review of
applied linguistics. London: Longman.
Stageberg, N. C. & Oaks,
D. D. (2000). An introductory English
grammar. Fort Worth, TX: Harcourt College Publishers.
Swan, M. (2005). Practical English usage. Oxford: Oxford
University Press.
Tarigan, H. G. (1998). Pengajaran analisis kesalahan berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Yang, Y., & Lyster, R.
(2010). Effects of form-focused practice and feedback on Chinese EFL learners’
acquisition of regular and irregular past tense forms. Studies in Second Language Acquisition, 32(02), 235-263.
[1]
https://www.youtube.com/watch?v=q86u0bDE17w
[2] Satu kata kerja yang
sama jika muncul dua kali atau lebih dihitung sesuai dengan jumlah
kemunculannya.
[3] Regular Verbs
[4] Irregular Verbs
[5] Keputusan Rektor Universitas
Indonesia Nomor 838A/SK/R/UI/2007 tentang Administrasi Hasil Belajar Mahasiswa
Universitas Indonesia
[6] Verba lampau yang
seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 8 kali dengan verba bentuk teratur
sebanyak 4 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 4 kali
[7] Verba lampau yang
seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 11 kali dengan verba bentuk teratur
sebanyak 2 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 9 kali
[8] Verba lampau yang
seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 19 kali dengan verba bentuk teratur sebanyak
4 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 15 kali
[9] Verba lampau yang
seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 13 kali dengan verba bentuk teratur
sebanyak 4 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 9 kali
[10] Verba lampau yang
seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 14 kali dengan verba bentuk teratur
sebanuak 5 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 9 kali
[11] Verba lampau yang
seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 13 kali dengan verba bentuk teratur
sebanyak 5 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 8 kali
[12] Verba lampau yang
seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 12 kali dengan verba bentuk teratur
sebanyak 3 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 9 kali
[13] Verba lampau yang
seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 11 kali dengan verba bentuk teratur
sebanyak 4 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 7 kali
[14] Verba lampau yang
seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 23 kali dengan verba bentuk teratur
sebanyak 9 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 14 kali
[15] Verba lampau yang
seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 8 kali dengan verba bentuk teratur
sebanyak 4 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 4 kali
[16] Verba lampau yang
seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 5 kali dan semuanya adalah verba bentuk
tidak teratur (tidak ada verba bentuk teratur yang diproduksi)
[17] Verba lampau yang
seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 8 kali dengan verba bentuk teratur
sebanyak 3 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 5 kali
[18] Verba lampau yang
seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 23 kali dengan verba bentuk teratur
sebanyak 9 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 14 kali
[19] Verba lampau yang
seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 24 kali dengan verba bentuk teratur
sebanyak 9 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 15 kali
[20] Verba lampau yang
seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 16 kali dengan verba bentuk teratur
sebanyak 4 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 12 kali