Sabtu, 26 November 2016
Jumat, 09 September 2016
Minggu, 04 September 2016
Senin, 11 Juli 2016
Rintisan Buku Pelatihan Membaca Berbasis Penelitian Psikolinguistik: Mahir Membaca 1
Harwintha Y. Anjarningsih sudah menjadi dosen di program studi Inggris, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Indonesia sejak lulus program sarjana pada tahun 2003.
Memfokuskan diri pada studi psiko- dan neurolinguistik, dia sangat tertarik
pada isu-isu pemrosesan bahasa dan masalah bahasa baik pada anak-anak maupun
orang dewasa. Setelah menyelesaikan studi doktoralnya pada bidang
afasiologi di Rijksuniversiteit Groningen, Belanda, Harwintha kembali ke
Indonesia dan menekuni riset dan publikasi di bidang gangguan bahasa.
Ketertarikan kepada pendidikan berkebutuhan khusus sudah dimilikinya sejak
menyelesaikan disertasi mengenai tes skrining untuk disleksia perkembangan pada
tahun 2006. Buku tulisannya adalah Jangan Kucilkan Aku karena Aku tidak Bisa
Membaca: Pentingnya Identifikasi Dini Disleksia untuk Masa Depan Anak (2011)
dan Otak dan Kemampuan Berbahasa (2011). Harwintha dapat
dikontak di alamat email wintha_salyo@yahoo.com dan nomor telpon seluler 0812
860 60 584. Kumpulan tulisannya bisa diakses di harwintha.blogspot.com.
Materi latihan membaca di dalam buku
ini disusun berdasarkan hasil-hasil penelitian oleh Grup Psikolinguistik, Laboratorium
Linguistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia yang
dikembangkan oleh penulis dan para mahasiswanya. Sebagian besar kata-kata di
dalam Mahir Membaca 1 adalah kata dengan dua suku kata yang merupakan kata-kata
yang sangat sering dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari. Urutan materi
latihan membaca diatur berdasarkan bangun suku kata yang lebih mudah untuk
dikuasai oleh para pembaca pemula: kata sederhana (mis. bola), kata dengan diftong (mis. pulau), kata dengan digraf (mis. jagung), dan kata dengan gugus konsonan (mis. planet). Disarankan untuk
membaca materi latihan secara berurutan (sederhana-diftong-digraf-gugus
konsonan) dan pindah setelah tercapai akurasi minimal sebesar 75%. Jika orang
tua atau guru ingin memberikan kata-kata lainnya, disarankan untuk memilih
kata-kata dengan dua atau tiga suku kata dan bangun suku kata yang sesuai
dengan materi yang sedang dibaca. Dengan kata lain, jika anak sedang berlatih
dengan kata sederhana, jangan terlalu banyak melatihkan diftong atau digraf
dulu. Kuatkanlah pemahaman anak atas kata-kata dengan susunan Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal
terlebih dulu.
Penguasaan dengan akurasi minimal 90%
atas materi membaca di Mahir Membaca 1 dan kata-kata dengan bangun suku kata
sejenis lazimnya tercapai di akhir kelas 2 atau pertengahan kelas 3 Sekolah
Dasar. Jika di akhir kelas 3 anak masih mengalami kesulitan yang besar, orang
tua atau guru dapat mengecek lebih lanjut apakah ada kesulitan belajar, atau
gangguan belajar dengan menghubungi ahli bahasa anak, ahli gangguan bahasa,
psikolog anak, atau dokter spesialis anak. Dengan demikian, anak dapat diberi
perhatian khusus yang sesuai dengan gaya belajarnya dengan tujuan untuk
menguasai kemahiran membaca yang sangat penting untuk keberhasilan
pendidikannya.
Kami ucapkan selamat berlatih.
Depok,
11 Juli 2016,
Harwintha
Y. Anjarningsih, PhD
Kamis, 17 Maret 2016
Makalah Harwintha untuk KOLITA 14, 2016
http://adl.aptik.or.id/default.aspx?tabID=61&id=168146&src=a
Characterising the Reading Development of Indonesian Children
Harwintha Y. Anjarningsih
Linguistics Department, Faculty of Humanities,
Universitas Indonesia
wintha_salyo@yahoo.com
To
characterise the reading development of Indonesian children, a tool is
currently developed. The tool builds on two important findings from previous
literature: that the depth of a language’s orthography influences reading
development (e.g., Seymore, Aro, & Erskine, 2003); and that
reading development proceeds in phases (e.g., Ehri, 2005). In
languages with deep orthography such as English, reading is made challenging by
irregular words, such as ‘pint,’ which cannot be decoded successfully just by
relying on phonological strategy. It does not work when children try to
assemble the words based on the Grapheme-Phoneme Conversion that can be found
in regular words, such as ‘mint.’ Furthermore,
in English, each grapheme or series of graphemes can be read differently
in different words. For example, the graphemes <c>
and <h> can be
read as /ʃ/ in the word ‘moustache,’ /t ʃ/ in the word ‘chair,’ and /k/ in the
word ‘choir.’ The work of Seymour, Aro, &
Erskine (2003)
shows that children reading English are not reading fluently about 50% of
familiar words by the end of the first school year. On the other hand, in languages with
transparent orthographies, such as Italian, children have become accurate and
fluent in reading simple, familiar words by the end of the first school year.
In terms of orthography, Indonesian is transparent, much like Italian. It is
interesting to ask how children’s reading proceeds in such a transparent
orthography which has not been extensively investigated. In this research
project, a tool that makes use of several variables of the written Indonesian
words is developed and tested to uncover its suitability and reliability for
nationwide application. One hundred disyllabic, frequent words (10,000 most
frequent words based on the IndonesianWac corpus) are read by the participants
and divided into four groups: (1) simple words; (2) words with diphthongs ; (3)
words with digraphs; and (4) words with consonant clusters. Two groups of
normally developing children have been tested: 16 pre-school children (mean
age=5 years; 7 months); 17 grade 1 children (mean age=7 years).
Answers are recorded digitally and written on answer sheets. Overall, by
keeping number of syllables constant, it is possible to assess how syllable
structure(s) affects the children’s reading development and how chronological
age affects reading development. Our
preliminary findings are: (1) at the pre-school stage, (a) all four groups of
words are difficult, (b) reading mistakes predominantly show visual
errors which still show 50% of the graphemes in the target
words,
and (c) digraphs and consonant clusters presented the most difficult challege
as evidenced by the percentages of mistakes made; (2) at the grade one level,
(a) simple words and words with diphthongs are less difficult to read, (b)
mistakes are also predominantly visual
, although to a much smaller extent than that of the
pre-schoolers, and
(c) digraphs and consonant clusters still present the most difficult challenge
at this level.
Reading Acquisition Reading
Development Reading
Disabilities Dyslexia
Langganan:
Postingan (Atom)