Rabu, 21 Agustus 2013

Harwintha di artikel di majalah Media Kawasan Juli 2013



Parenting
Media Kawasan Juli 2013

Jangan Keburu Gusar Bila Si Kecil Bicara Kasar

Salah satu fase dalam tumbuh-kembang anak adalah ketika si kecil mulai belajar bicara. Namun, bagaimana jika dari mulut mungilnya terlontar kata-kata kasar? Alih-alih marah, baca dulu artikel berikut.

*
Pada jam istirahat di suatu sekolah dasar, seorang guru menonton  sekelompok siswa bermain bola di lapangan. Namun, alangkah terkejutnya sang guru ketika mendengar anak-anak tersebut kemudian saling menyerukan kata-kata kasar tanpa sungkan. Dengan enteng, mereka meneriakkan kata-kata yang diambil dari koleksi kebun binatang maupun makian yang tidak pantas keluar dari mulut mereka.
Tentu saja, tidak ada orangtua atau guru yang ingin anak mereka berkata-kata kasar. Semua orangtua ingin anak mereka berbicara dengan baik dan sopan. Namun, ada kalanya orangtua “kecolongan” dan mendengar buah hati mereka melontarkan kata-kata yang tidak sopan. Kondisi ini mungkin terjadi karena berbagai faktor, mulai dari pengaruh lingkungan dan pergaulan, sampai contoh yang didapat anak dari orang dewasa di sekitar mereka. 
“Ketika kemampuan bicara anak mulai lancar, anak mulai mencontoh lingkungannya. Ketika itulah, kecenderungan bicara kasar mulai terjadi,” ujar Katarina Ira Puspita, M.Psi., psikolog dari Kassandra Associates, kepada Media Kawasan.

*
Menurut Katarina, ada berbagai alasan seorang anak bicara kasar. Pertama, anak sebenarnya hanya menirukan apa yang ia dengar dari orangtua, teman, atau tayangan di televisi. Bisa jadi, ia mengucapkan kata-kata kasar itu tanpa memahami artinya.
Hal ini ditegaskan pula oleh Harwintha Yuhria Anjarningsih, Ph.D., staf pengajar Departemen Linguistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. “Pada usia 1,5 tahun, anak masih berada pada fase imitasi atau mencoba-coba, karena alat ucapnya juga baru berkembang. Jadi, kalau anak usia sekian berbicara kasar, belum tentu mereka paham maknanya,” jelas Harwintha kepada Media Kawasan.
Kalau sudah begini, reaksi terbaik yang bisa diberikan orangtua adalah bersikap tenang dan jangan berlebihan. “Tanyakan baik-baik maksud kata-kata kasar yang diucapkan anak Anda. Kalau anak ternyata tidak paham arti kata kasar yang diucapkan, beri tahu arti yang sebenarnya dan jelaskan mengapa kata tersebut tidak boleh digunakan. Jelaskan bahwa itu tidak sopan. Misalnya, jelaskan bahwa anjing itu hewan, masa orang dibilang hewan, itu kan tidak baik,” saran Katarina.
Bila ditelisik dari kacamata psikologi linguistik, ada dua variable yang memengaruhi penyimpanan dan pengambilan kata-kata, yaitu frekuensi dan age of acquisition. Jadi, kata-kata yang kita dapat saat masih kecil lalu sering dipakai akan cenderung lebih ‘menempel.’ Frekuensi juga menentukan, yakni bagaimana kata-kata yang lebih sering diucapkan akan lebih sering teringat.
“Karena itu, kalau kata-kata kasar tidak diulang-ulang, maka frekuensinya akan menjadi semakin rendah. Ditambah lagi dengan membangun kosakata yang baik, pasti kebiasaan anak berbicara kasar akan berkurang,” tegas Harwintha. 

*
Tidak ada orangtua yang secara sengaja mengajarkan berbicara kasar pada anaknya. Tapi jangan lupa, kendati di rumah tidak diajarkan, anak sudah mulai berinteraksi dengan dunia luar. Ketika anak mulai berinteraksi dengan orang lain dan bersosialisasi dengan teman-teman, biasanya pada usia empat tahun ke atas, ia akan mulai terpengaruh. 
Menurut Harwintha, normal saja kalau anak terpapar bahasa dari lingkungan. Problemnya adalah kalau isi bahasa tersebut kurang pantas dan tidak sopan. “Karena itu, kita harus kembali ke lingkungan, ya orangtua, ya pengasuh, dan orang dewasa lain yang benar-benar berinteraksi dengan anak. Sedapat mungkin, minimalisir paparan kosakata yang tidak baik, termasuk dari pergaulan anak dan juga dari televisi,” katanya.
Dalam hal ini, peran orangtua sangatlah penting, karena ada penelitian yang menyebutkan seberapa banyak orangtua bicara pada anak akan memengaruhi besarnya kosakata anak pada usia SD.
“Dalam kondisi ideal, 10-20 persen dari besarnya kosakata seorang anak merupakan andil orangtua. Ini memang tidak terlalu besar, tapi kita bisa menganalisis dari sisi yang berbeda, bahwa ketika ada faktor dari luar, orangtua tidak harus kecil hati, karena mereka masih bisa melakukan sesuatu. Toh, orangtualah yang sebenarnya berinteraksi lebih intensif dengan anak saat anak berada di rumah,” papar Harwintha.

*
Selain hanya menirukan apa yang pernah didengar tanpa memahami artinya, alasan lain seorang anak berbicara kasar adalah untuk mencari perhatian. “Ini pun jangan dimarahi, sebab anak malah akan semakin mengulangi perbuatannya,” ujar Katarina. “Reaksi emosional orangtua akan membuat anak merasa tidak nyaman dan sedih.”
 “Yang pasti, orangtua harus mencari tahu apa motivasi anak mengucapkan kata-kata kasar. Apakah karena ia tidak paham artinya, atau sedang cari perhatian?” ungkap Katarina. Selain mengingatkan anak, orangtua juga harus memberikan contoh yang baik, karena bagaimanapun seorang anak akan belajar dari orangtuanya.
Poin penting yang harus digarisbawahi, menurut Harwintha, adalah bahwa anak-anak, baik yang berkembang normal ataupun tidak, memiilki potensi mendapatkan bahasa, dan apa yang mereka dapatkan tergantung dari apa yang ada di lingkungan.
“Kita harus berhati-hati, karena bisa jadi anak hanya mengolah input yang dia dapat dari lingkungan. Sebagai orangtua, kita harus bisa mengatur dan mengkoordinasikan semua pihak yang berhubungan dengan anak, bagaimana agar dari segi bahasa bisa menjaga sopan santun. Sekali lagi, seorang anak sangat punya potensi belajar dari lingkungan,” Harwintha mengingatkan. 

*
“Saran saya, ketika sudah kadung anak Anda yang masih kecil berbicara kasar, para orangtua jangan lagi mengucapkan kata-kata tersebut di rumah, tapi timpali dengan kata-kata yang baik, sehingga presentase paparan yang tidak baik menjadi lebih kecil,” pesan Harwintha. 
Sementara itu, untuk anak usia 3-4 tahun yang secara kognitif dan psikologis sudah lebih maju, sudah bisa diberikan penjelasan. Bagaimana dengan anak yang lebih besar? Orangtua perlu tahu bahwa bahasa digunakan untuk mengindentifikasi seseorang dengan lingkungan sebagai bagian dari kelompok tertentu. Dalam hal ini, orangtua harus bisa mengatur dan memonitor bagaimana anaknya bergaul, karena kalau anak sudah mengidentifikasikan dirinya dengan suatu kelompok, akan lebih sulit menanganinya.
“Yang paling penting di sini adalah konsistensi orangtua. Secara psikologis, orangtua harus menjadi panutan dengan bicara yang baik. Metode juga berpengaruh. Orangtua harus tahu bagaimana cara terbaik berkomunikasi dengan anaknya,” tandas Harwintha.