Rabu, 09 September 2015

Teaser skripsi yang saya bimbing: KORELASI PENGUASAAN DAN KESALAHAN PELAFALAN VERBA LAMPAU OLEH MAHASISWA PROGRAM STUDI INGGRIS PENUTUR BAHASA JAWA

KORELASI PENGUASAAN DAN KESALAHAN PELAFALAN VERBA LAMPAU OLEH MAHASISWA PROGRAM STUDI INGGRIS PENUTUR BAHASA JAWA

Fachrul Alrista Darajat, Harwintha Yuhria Anjarningsih

Program Studi Inggris, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

E-mail : fachrulalristadarajat@gmail.com


Abstrak

Tulisan ini membahas korelasi penguasaan verba lampau mahasiswa program studi Inggris Universitas Indonesia penutur Jawa dengan kesalahan pelafalan verba lampau. Penelitian ini adalah perpaduan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan metode deskriptif analisis. Pengambilan data penelitian ini dilakukan dengan dua tahap pengujian, yaitu membaca lisan naskah dan berbicara langsung. Hasil dari penelitian ini menggambarkan adanya perbedaan penguasaan pelafalan verba lampau pada bentuk teratur (regular) dan tidak teratur (irregular) serta pada saat membaca lisan dan berbicara langsung. Hal ini dipengaruhi oleh adanya perbedaan kondisi pada saat membaca lisan dan berbicara langsung.


Kata kunci: Bahasa Inggris, penutur bahasa Jawa, verba, past tense, penguasaan pelafalan, kesalahan berbahasa



Pendahuluan

Dalam pembelajaran bahasa Inggris, pembelajar diajarkan berbagai jenis kemampuan dasar berbahasa Inggris yang selalu didapatkan dari tingkat dasar hingga tingkat lanjutan. Pada dasarnya, kemampuan dasar berbahasa Inggris terdiri dari empat jenis, yaitu menulis (writing), membaca (reading), berbicara (speaking), dan mendengar (listening), sedangkan kemampuan tambahan lainnya yang juga menunjang kemampuan dasar di atas adalah tata bahasa (grammar). Walaupun sudah menerima materi pembelajaran bahasa Inggris sejak tingkat sekolah dasar, pada kenyataannya masih banyak pembelajar bahasa Inggris yang belum memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang mumpuni hingga tingkat perguruan tinggi. Hal ini disebabkan bahasa Inggris yang dipelajari tidak diperuntukkan untuk keperluan sehari-hari. Tidak terbiasa dalam menggunakan bahasa Inggris inilah yang menyebabkan kesalahan-kesalahan dalam berbahasa Inggris masih sangat sulit untuk dihindari terutama oleh mahasiswa. Mahasiswa masih sering mengalami kesulitan untuk berbicara dalam bahasa Inggris dengan menggunakan tata bahasa yang tepat. Tidak hanya pada saat berkomunikasi dalam bentuk lisan, mahasiswa juga sering melakukan kesalahan berbahasa saat menulis dan menentukan struktur dan tata bahasa yang tepat dalam konteks tertentu yang diberikan.
Salah satu bentuk kesalahan yang paling umum dilakukan oleh mahasiswa dan pembelajar bahasa Inggris pada umumnya adalah kesalahan penggunaan verba lampau, baik yang berbentuk teratur (regular verbs) maupun yang berbentuk tidak teratur (irregular verbs). Tidak jarang para pembelajar bahasa Inggris melakukan kesalahan pelafalan kata kerja bahasa Inggris berbentuk teratur yang berdampak pada kesalahan gramatika dari frasa atau kalimat yang dituturkan. Kesalahan pelafalan ini juga sangat sulit untuk dihindari oleh mahasiswa program studi Inggris Universitas Indonesia yang dianggap sudah menerima pengetahuan berbahasa Inggris lebih intensif dibandingkan mahasiswa program studi lannya. Seringnya kesalahan berbahasa yang muncul mencerminkan kurang mumpuninya pengetahuan berbahasa Inggris mahasiswa program studi Inggris yang seringkali dianggap mampu berbahasa Inggris dengan baik.
            Salah satu kelompok mahasiswa yang merupakan bagian dari program studi Inggris adalah mahasiswa yang berasal dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur yang juga merupakan penutur asli bahasa Jawa. Sebagai bahasa dengan penutur terbanyak di Indonesia, bahasa Jawa dianggap memiliki prestisi yang tinggi dalam masyarakat. Crystal (1997) memprediksi bahwa jumlah penutur bahasa Jawa adalah sekitar 75 juta orang, dengan distribusi penutur tidak hanya di dalam Indonesia, tetapi juga di beberapa negara seperti Brunei Darussalam, Malaysia, dan Suriname. Tata bahasa dalam bahasa Jawa dianggap sangat eksklusif karena memiliki tingkatan yang berbeda, tergantung dari status sosial yang dimiliki oleh penuturnya. Tingkatan tersebut terdiri dari krama, madya, dan ngoko, dan masing-masing memiliki fitur-fitur bahasa tersendiri (Poejosoedarmo, 1979:11-12).
Dengan mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya dengan permasalahan serupa yaitu “Analisis Kesalahan Sintaksis pada Tulisan Bahasa Inggris Mahasiswa Program Studi Inggris Universitas Indonesia” oleh Shabrina Wulan Nursita yang ditulis tahun 2012, “Missing Surface Inflection or Impairment in Second Language Acquisition? Evidence from Tense and Agreement” oleh Philipe Prevost dan Lydia White tahun 2000, penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan korelasi tingkat penguasaan verba lampau bentuk teratur (regular verbs) dan tidak teratur (irregular verbs) dan kesalahan pelafalan verba lampau oleh mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa.





Tinjauan Teoritis

Kesalahan Berbahasa Secara Umum
            Chomsky dalam Lehmann (2007) membedakan jenis kesalahan dalam dua dimensi, yaitu dari segi kompetensi atau error of competence dan performa atau error of performance. Error of competence adalah jenis kesalahan yang muncul karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman dari pembelajar bahasa dalam menggunakan kaidah bahasa yang tepat pada situasi tertentu. Berbeda dengan kesalahan jenis ini, error of performance adalah kesalahan yang berada di luar faktor kebahasaan sehingga kesalahan yang muncul dalam jenis ini bukan berarti pembelajar tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahasa kedua yang diajarkan. Kesalahan jenis ini dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain kelelahan, kehilangan fokus saat bertutur, dan kelalaian.
            Sebagai salah satu fondasi dari kemampuan berbahasa Inggris, pelafalan (pronunciation) merupakan aspek yang walaupun dipelajari secara terus menerus, tidak dapat lepas dari kesalahan. Kesalahan pelafalan dalam bahasa Inggris bersifat unavoidable atau tidak dapat dicegah bagaimanapun kondisi yang diciptakan, baik terstruktur maupun secara spontan (Hammerly, 1973:106). Mackey (1965) menjelaskan penyebab utama kesalahan pelafalan yang dilakukan oleh pembelajar adalah karena adanya transfer bahasa ibu, analogi pada bahasa target, penebakan yang keliru, kekeliruan dalam memahami bentuk atau struktur yang tepat, dan kurangnya akurasi (accuracy) kemampuan berbahasa.
            Moulton (1962) menjabarkan secara umum jenis-jenis kesalahan pelafalan menjadi empat jenis, yaitu phonemic errors, phonetic errors, allophonic errors, dan distributional errors. Secara detil, kesalahan pelafalan juga dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi kesalahan berbahasa yang dikemukakan oleh Dulay, Burt, dan Krashen (1982). Jenis-jenis kesalahan tersebut adalah penanggalan (omission) yaitu munculnya penyimpangan konstruksi frasa atau kalimat karena penghilangan satu atau lebih unsur yang diperlukan untuk membentuk struktur yang tepat, penambahan (addition) yaitu munculnya penyimpangan konstruksi frasa atau kalimat karena penambahan satu atau dua unsur yang tidak diperlukan untuk membentuk struktur yang tepat, salah bentuk (misformation) yaitu konstruksi frasa dan penyimpangan kaidah bahasa yang muncul karena penggunaan morfem dan bentuk yang salah dan salah urut (misordering).



Verba Lampau dalam Bahasa Inggris
Dalam tata kata kerja lampau bahasa Inggris, ada beberapa kata kerja yang merupakan kata kerja bentuk teratur (regular verbs), yaitu jenis kata kerja yang pada posisi V2 dan V3 dilakukan modifikasi dengan imbuhan -ed sebagai penanda. Dengan kata lain, pada verba lampau bentuk teratur ini proses modifikasi verba dengan penambahan sufiks -ed adalah bersifat rule-governed yang menyatakan bahwa setiap penggunaan verba bentuk teratur dalam past tense harus menambahkan -ed pada setiap verba yang bentuk teratur yang digunakan (Schlinger, 1995:172). Imbuhan tersebut merupakan infleksi (inflection), yaitu variasi dari bentuk sebuah kata yang harus dimiliki oleh sebuah kata asal sesuai dengan konteks gramatikal yang diberikan. Infleksi dalam bahasa Inggris pada umumnya berbentuk suffixes, yaitu imbuhan yang terletak pada akhir kata. Imbuhan tersebut dapa berbunyi /ɪd/, /t/, dan /d/.
Berbeda dengan verba lampau bentuk teratur, verba yang berbentuk tidak teratur (irregular verbs) adalah bentuk verba tidak mengalami modifikasi penambahan sufiks -ed pada akhir verba. Hal ini disebabkan verba jenis ini bersifat item-based atau berdasarkan bentuk aslinya, berbeda dengan bentuk teratur yang bersifat rule-based (Yang, 2010:241). Selain itu, produksi verba tidak teratur yang ditambahkan sufiks -ed seperti comed, bringed, dan thinked tidak tepat karena rule yang sudah secara otomatis tersimpan dalam ingatan pembelajar tentang produksi verba yang tepat, atau dengan kata lain, akan dapat secara langsung diperbaiki dengan mengambil kata yang tepat dari leksikon (Glass dan Lau, 2003:65).


Analisis Data

Speech Reading
            Data penelitan ini diambil dari rangkaian tes singkat yang diujikan kepada 15 mahasiswa program studi Inggris Universitas Indonesia yang merupakan penutur asli bahasa Jawa, dengan rincian 5 mahasiswa dari angkatan 2011, 5 mahasiswa dari angkatan 2012, dan 5 mahasiswa dari angkatan 2013.
Tahap pertama dari penelitian ini adalah pembacaan script reading dalam bentuk pembacaan secara lisan sebuah transkrip pidato. Pada tahap ini, peneliti merekam suara dari subjek penelitian yang membaca transkrip dari sebuah pidato dalam bahasa Inggris. Tahap kedua dari penelitian ini adalah spontaneous speech yang berupa wawancara langsung dengan subjek penelitian dalam bahasa Inggris. Percakapan yang dilakukan akan dilakukan dalam kerangka waktu lampau. Setelah proses perekaman, peneliti akan menganalisis penguasaan pelafalan verba yang diamati dari tingkat kesuksesan pelafalan verba secara tepat dan juga menganalisis kesalahan pelafalan yang dilakukan pada tahap spontaneous speech.
            Pada tahap pertama dari penelitian ini, mahasiswa penutur bahasa Jawa sebagai objek penelitian ditugaskan menonton sebuah video yang merupakan pidato eulogy Robin Williams yang disampaikan oleh Billy Crystal yang berjudul The Emmys 2014 Robin Williams Tribute (Highlight)[1]. Dalam video tersebut, terdapat beberapa verba lampau yang muncul dalam dalam bentuk teratur (regular verbs) dan tidak teratur (irregular verbs). Secara keseluruhan, verba lampau dalam naskah ini muncul sebanyak 37 kali dengan rincian verba bentuk teratur muncul sebanyak 12 kali dan verba bentuk tidak teratur sebanyak 25 kali.[2]

Tabel 1 Verba Lampau Bentuk Teratur yang Muncul dalam The Emmys 2014 Robin Williams Tribute (Highlight)

Verba Lampau Bentuk Teratur yang Muncul
Used
Slammed
Asked
Turned
Looked
Bounced
Perked
Screamed
Fouled
Hitchhiked
Ducked
Waited

Tabel 2 Verba Lampau Bentuk Tidak Teratur yang Muncul dalam The Emmys 2014 Robin Williams Tribute (Highlight)

Verba Lampau Bentuk Tidak Teratur yang Muncul
Made
Said
Saw
Said
Made
Came
Spent
Stood
Could
Could
Knew
Would
Said
Would
Got
Would
Said
Said
Got
Came
Got
Said
Came
Could
Said

           
            Setelah peneliti menganalisis rekaman dari pembacaan pidato yang dilakukan oleh mahasiswa, ada kesalahan pelafalan yang muncul baik pada verba lampau yang berbentuk teratur maupun bentuk tidak teratur. Pada pelafalan bentuk teratur, kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa adalah missing inflection yang merupakan penghilangan infleksi -ed pada akhiran verba lampau bentuk teratur. Untuk pelafalan bentuk tidak teratur yang tidak memiliki infleksi (zero inflection), kesalahan pelafalan yang dilakukan merupakan kesalahan penyebutan kata kerja yang seharusnya diisi dengan kata kerja bentuk V2 sehingga kata kerja yang diucapkan adalah bentuk V1.

Tabel 3 Jumlah Kesalahan yang Muncul dan Tingkat Kesuksesan Pelafalan Verba Lampau pada Pembacaan Lisan Teks Pidato Mahasiswa Program Studi Inggris Penutur Bahasa Jawa Angkatan 2011

Inisial
Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
Persentase Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
Persentase Keberhasilan Pelafalan Verba Lampau
RV[3]
IV[4]
RV
IV
RV
IV
A
4
1
33,33%
4,00%
66,67%
96,00%
D
4
2
33,33%
8,00%
66,67%
92,00%
Rk
2
0
16,67%
0%
83,33%
100%
Rn
5
0
41,67%
0%
58,33%
100%
Y
4
0
33,33%
0%
66,67%
100%

            Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada rekaman pembacaan lisan naskah pidato oleh mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2011, kesalahan pelafalan verba lampau yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa ini dapat dikatakan seragam dengan rerata kesalahan pelafalan sebanyak 31,67%. Berdasarkan nilai tersebut, tingkat kesuksesan pelafalan verba lampau bentuk teratur yang dimiliki oleh kelompok mahasiswa angkatan 2011 ini adalah sebesar 68,33% atau dapat dikategorikan sebagai cukup[5]. Berbeda dengan hasil yang dimiliki pada pelafalan verba bentuk teratur, jumlah kesalahan pelafalan pada verba bentuk tidak teratur yang dilakukan oleh mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2011 sangat sedikit dengan jangkauan nilai sebesar 92,00% hingga 100%, dan tingkat kesuksesan ini dapat dikatakan sangat baik.


Tabel 4 Jumlah Kesalahan yang Muncul dan Tingkat Kesuksesan Pelafalan Verba Lampau pada Pembacaan Lisan Teks Pidato Mahasiswa Program Studi Inggris Penutur Bahasa Jawa Angkatan 2012

Inisial
Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
Persentase Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
Persentase Keberhasilan Pelafalan Verba Lampau
RV
IV
RV
IV
RV
IV
F
0
0
0%
0%
100%
100%
A
1
0
8,33%
0%
91,67%
100%
N
0
0
0%
0%
100%
100%
Ye
3
2
25,00%
8,00%
75,00%
92%
Yu
2
0
16,67%
0%
83,33%
100%
           
            Pada pengujian yang dilakukan pada kelompok mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2012, kesalahan pelafalan verba lampau bentuk teratur dan tidak teratur lebih sedikit dilakukan dibandingkan dengan kelompok angkatan 2011, dan menghasilkan rentang persentase kesuksesan sebesar 83,33% hingga 100% dengan rerata tingkat kesuksesan pelafalan sebesar 90%. Hal ini menandakan mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2012 sudah memiliki penguasaan pelafalan verba bentuk teratur yang sangat baik. Serupa dengan pelafalan verba bentuk teratur, kelompok mahasiswa angkatan 2012 ini juga memiliki kesalahan pelafalan verba lampau yang berbentuk tidak teratur yang lebih sedikit dibandingkan kelompok mahasiswa angkatan 2011. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kesuksesan yang sangat tinggi pada pelafalan verba lampau bentuk tidak teratur, yaitu dengan rentang persentase dari 92% hingga 100% dan memiliki rerata tingkat kesuksesan sebesar 98,40%.

Tabel 5 Jumlah Kesalahan yang Muncul dan Tingkat Kesuksesan Pelafalan Verba Lampau pada Pembacaan Lisan Teks Pidato Mahasiswa Program Studi Inggris Penutur Bahasa Jawa Angkatan 2013

Inisial
Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
Persentase Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
Persentase Keberhasilan Pelafalan Verba Lampau
RV
IV
RV
IV
RV
IV
Sh
3
1
25,00%
4,00%
75,00%
96,00%
S
3
0
25,00%
0%
75,00%
100%
N
3
0
25,00%
0%
75,00%
100%
Y
2
0
16,67%
0%
83,33%
100%
D
7
0
58,33%
0%
41,67%
100%

            Pada pengujian yang dilakukan pada mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2013, berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kesalahan pelafalan yang muncul serupa dengan yang dimiliki oleh kelompok angkatan 2011 dan 2012, yaitu paling banyak terjadi pada pelafalan verba bentuk teratur dibandingkan dengan verba bentuk tidak teratur. Rentang jumlah kesalahan pelafalan pada bentuk teratur yang dimiliki oleh kelompok mahasiswa angkatan 2013 ini adalah dari 2 hingga 7 kali kesalahan dari 12 kali verba yang muncul. Jumlah kesalahan pelafalan ini menghasilkan tingkat kesuksesan pelafalan verba bentuk teratur dari 41,67% hingga 83,33% dan memiliki rerata kesuksesan sebesar 70%. Berbeda pada pelafalan verba bentuk teratur, kelompok mahasiswa angkatan 2013 ini memiliki jumlah kesalahan pelafalan verba bentuk tidak teratur yang jauh lebih sedikit, yaitu hanya sebanyak 1 kali dari keseluruhan mahasiswa yang terdapat dalam kelompok. Jumlah ini menghasilkan tingkat kesuksesan pelafalan yang sangat tinggi, yaitu dengan rerata sebesar 99,20% dengan rentang nilai 96% hingga 100%. Tingkat kesuksesan ini mengindikasikan sangat baiknya penguasaan pelafalan verba lampau bentuk tidak teratur yang dimiliki oleh mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2013.

Spontaneous Speech
            Dalam tahap kedua dari penelitian yaitu spontaneous speech, peneliti melakukan wawancara singkat dengan masing-masing subjek penelitian. Wawancara yang dilakukan menggunakan bahasa Inggris dan beberapa pertanyaan dari peneliti dikondisikan dengan penggunaan konteks waktu lampau (past tense) sehingga tuturan dari objek penelitian dapan dianalisis dan diidentifikasi setiap bentuk kesalahan yang muncul. Pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk lampau yang diajukan pada subjek penelitian memiliki tema yang seragam, yaitu tentang pengalaman pada saat SMA, saat pertama kali kuliah di Universitas Indonesia, dan pengalaman menarik saat kuliah. Serupa dengan yang dilakukan pada tahap speech reading, pada tahap ini kesalahan yang diidentifikasi adalah kesalahan pelafalan verba lampau bentuk teratur dan tidak teratur.









Tabel 6 Jumlah Kesalahan yang Muncul dan Tingkat Kesuksesan Pelafalan Verba Lampau pada Spontaneous Speech Mahasiswa Program Studi Inggris Penutur bahasa Jawa Angkatan 2011

Inisial
Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
Persentase Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
Persentase Keberhasilan Pelafalan Verba Lampau
RV
IV
RV
IV
RV
IV
A[6]
4
0
100%
0%
0%
100%
D[7]
2
5
100%
55,55%
0%
44,45%
Rk[8]
2
3
50,00%
20,00%
50,00%
80,00%
Rn[9]
1
2
25,00%
22,22%
75,00%
77,78%
3
6
60,00%
66,67%
40,00%
33,33%

            Berdasarkan hasil penelitian pada tahap pengujian spontaneous speech yang dipaparkan pada tabel di atas, kelompok mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2011 telah melakukan kesalahan pelafalan verba lampau bentuk teratur dan tidak teratur yang cukup banyak dari verba yang dihasilkan oleh masing-masing mahasiswa dalam kelompok ini. Terdapat 2 mahasiswa dari kelompok ini yang salah melafalkan semua verba bentuk teratur yang diproduksi. Untuk mahasiswa lainnya, rentang persentase kesalahan yang dilakukan berkisar dari 25,00% hingga 60,00%. Nilai-nilai tersebut menghasilkan rentang tingkat kesuksesan pelafalan yang kurang baik yaitu dari 40,00% hingga 75% dengan rerata kesuksesan hanya sebesar 55,00%.
            Berbeda dengan pelafalan bentuk teratur, kelompok mahasiswa angkatan 2011 ini memiliki tingkat kesuksesan pelafalan verba bentuk tidak teratur yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari lebih sedikitnya perbandingan kesalahan pelafalan verba bentuk tidak teratur yang dilakukan oleh masing-masing mahasiswa. Selain itu, rentang persentase kesalahan pelafalan verba bentuk ini juga lebih rendah, yaitu dari 20,00% hingga 66,67% dengan 1 mahasiswa mampu memproduksi seluruh verba bentuk ini dengan tepat, dan jumlah tersebut menghasilkan tingkat keberhasilan pelafalan yang dapat dikatakan cukup baik, yaitu dari 33,33% hingga 100% dengan rerata sebesar 67,11%.

Tabel 7 Jumlah Kesalahan yang Muncul dan Tingkat Kesuksesan Pelafalan Verba Lampau pada Spontaneous Speech Mahasiswa Program Studi Inggris Penutur bahasa Jawa Angkatan 2012

Inisial
Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
Persentase Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
Persentase Keberhasilan Pelafalan Verba Lampau
RV
IV
RV
IV
RV
IV
2
1
40,00%
12,50%
60,00%
87,50%
0
3
0%
33,33%
100%
66,67%
0
0
0%
0%
100%
100%
Ye[14]
5
6
55,55%
42,86%
44,45%
57,14%
Yu[15]
1
4
25,00%
100%
75,00%
0%
           
            Berdasarkan pengujian tahap spontaneous speech yang dilakukan pada mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2012, tingkat kesalahan yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa ini jauh lebih baik pada pelafalan verba lampau bentuk teratur, tetapi sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil yang didapat dari pengujian pada kelompok mahasiswa angkatan 2011. Untuk pelafalan verba lampau bentuk teratur, mahasiwa program studi Inggris penutur bahasa Jawa melakukan jauh lebih sedikit kesalahan dibandingkan kelompok mahasiswa angkatan 2011, yaitu hanya sebanyak 8 kali dengan 2 mahasiswa mampu melafalkan verba bentuk teratur dengan benar dari semua verba yang diproduksi. Hasil tersebut menghasilkan tingkat keberhasilan pelafalan yang cukup baik, yaitu antara 44,45% hingga 100% dengan rerata keberhasilan sebesar 75,89%. Berbeda dengan pelafalan verba bentuk teratur, kelompok mahasiswa angkatan 2012 ini memiliki tingkat keberhasilan pelafalan verba lampau bentuk tidak teratur yang sedikit lebih rendah dibandingkan kelompok mahasiswa angkatan 2011. Walaupun menghasilkan tingkat keberhasilan yang lebih rendah dari kelompok mahasiswa angkatan 2011, kelompok ini memiliki keberhasilan pelafalan yang cukup baik, yaitu dengan rerata sebesar 62,26% dengan rentang persentase yang cukup lebar dari yang tidak sama sekali berhasil melakukan seluruh pelafalan dengan benar hingga 100% pelafalan dapat dilakukan dengan baik.

Tabel 8 Jumlah Kesalahan yang Muncul dan Tingkat Kesuksesan Pelafalan Verba Lampau pada Spontaneous Speech Mahasiswa Program Studi Inggris Penutur bahasa Jawa Angkatan 2013

Inisial
Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
Persentase Kesalahan Pelafalan Verba Lampau
Persentase Keberhasilan Pelafalan Verba Lampau
RV
IV
RV
IV
RV
IV
Sh[16]
n/a
5
n/a
100%
n/a
0%
1
0
33,33%
0%
66,67%
100%
9
11
100%
78,58%
0%
21,42%
0
1
0%
6,67%
100%
93,33%
4
6
100%
50,00%
0%
50%
           
            Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada kelompok mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2013, kelompok mahasiswa ini memiliki tingkat keberhasilan pelafalan verba lampau bentuk teratur dan tidak teratur yang paling rendah dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh kelompok mahasiswa angkatan 2011 dan 2011. Pada pelafalan verba lampau bentuk teratur, kelompok mahasiswa angkatan 2013 ini melakukan kesalahan pelafalan yang cukup banyak, yaitu dengan rentang jumlah kesalahan dari 1 kali hingga 9 kali dengan 1 mahasiswa tidak memproduksi satupun verba lampau bentuk teratur. Jumlah tersebut menghasilkan tingkat kesuksesan yang secara rerata sangat rendah yaitu sebesar 58,33% karena hanya 2 mahasiswa yang tidak memiliki tingkat keberhasilan 0%, yaitu S dengan 66,67% dan Y dengan 100% keberhasilan pelafalan. Rendahnya rerata yang dimiliki kelompok mahasiswa angkatan 2013 ini menandakan rendahnya penguasaan pelafalan verba lampau bentuk teratur yang dimiliki oleh kelompok mahasiswa ini.
            Serupa dengan yang dihasilkan pada pelafalan verba bentuk teratur, kelompok mahasiswa ini juga menghasilkan tingkat keberhasilan pelafalan verba lampau bentuk tidak teratur yang terendah jika dibandingkan dengan kelompok mahasiswa angkatan 2011 dan 2012, yaitu berkisar antara 0% hingga 100% dengan rerata hanya sebesar 52,95%. Hal ini disebabkan sangat banyaknya kesalahan pelafalan yang dilakukan jika dibandingkan dengan jumlah verba bentuk tidak teratur yang diproduksi oleh kelompok mahasiswa ini. Jumlah kesalahan yang dilakukan berkisar antara 0 hingga 11 kali dengan jumlah kesalahan pelafalan secara keseluruhan sebesar 23 kali kesalahan. Hal ini mengindikasikan rendahnya penguasaan pelafalan yang dimiliki oleh mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2013 tidak hanya pada pelafalan verba lampau bentuk teratur, tetapi juga pelafalan verba bentuk tidak teratur.


Temuan dan Pembahasan

Pembahasan Speech Reading
Pada pengujian speech reading yang dilakukan oleh mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2011 ditemukan kesalahan pelafalan verba lampau sebanyak 22 kali secara keseluruhan, dengan rincian jenis kesalahan pelafalan pada verba bentuk teratur sebanyak 19 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 3 kali. Kesalahan pelafalan yang dilakukan adalah berupa penghilangan infleksi -ed pada verba-verba lampau bentuk teratur. Kesalahan paling banyak dilakukan pada pengejaan kata slammed dengan menghilangkan infleksi -ed pada kata tersebut sebanyak 3 kali sehingga menghasilkan pelafalan verba yang berbunyi /slæm/ tanpa ada /d/ di bagian akhir verba sebagai penanda lampau verba bentuk teratur. Selanjutnya, kata looked, perked, hitchhiked, asked, dan turned salah diucapkan dengan menghilangkan infleksi -ed masing-masing sebanyak 2 kali menjadi /lʊk/, /pɜːk/, /ˈhɪʧˌhaɪk/, /ɑːsk/, dan /tɜːn/ tanpa akhiran fonem /t/ atau /d/ yang muncul, dan kata used, waited, dan screamed salah diucapkan sebanyak 1 kali yang menjadi /juːz/, /ˈweɪtɪ/,  dan /skriːm/ tanpa ada fonem /d/ yang muncul di akhir verba.
Untuk jenis kesalahan pelafalan verba bentuk tidak teratur kesalahan yang terjadi muncul dalam penuturan said sebanyak 2 kali oleh 2 mahasiswa yang berbeda dan come sebanyak 1 kali oleh seorang mahasiswa. Pada penuturan kata said, kedua mahasiswa tidak mengucapkan kata said dan menghasilkan bunyi /sɛd/, tetapi mengucapkan kata say yang berbunyi /seɪ/ sehingga dalam konteks ini penggunaan verba bentuk V1 dinyatakan salah karena kalimat yang dibaca berada pada konteks past dan bukan present. Kasus yang serupa terjadi pada pengucapan kata come dengan bunyi /kʌm/ yang seharusnya merupakan kata came yang berbunyi /keɪm/ sehingga menyebabkan terjadinya kesalahan penggunaan kata kerja sesuai dengan tata bahasa Inggris.
            Berbeda dengan mahasiswa angkatan 2011, mahasiswa angkatan 2012 yang diuji dalam tes ini jauh lebih sedikit melakukan kesalahan pelafalan verba lampau dengan total sebanyak 8 kesalahan, dengan rincian jenis kesalahan pelafalan bentuk teratur sebanyak 6 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 2 kali. Verba teratur yang paling banyak disalahucapkan adalah bounced dengan total 3 kesalahan yang dilakukan oleh 3 mahasiswa yang berbeda, sedangkan kata looked, perked, dan turned disalahucapkan sebanyak masing-masing 1 kali. Kelompok mahasiswa ini melakukan kesalahan penuturan yang menghilangkan infleksi -ed pada kata yang dijabarkan di atas dan menggunakan kata-kata dalam bentuk V1 pada penuturannya, dan hal tersebut tidak sesuai dengan tata bahasa Inggris dalam kerangka waktu past tense. Untuk jenis kesalahan pelafalan verba bentuk tidak teratur, kata yang disalahucapkan adalah kata knew dan came. Kedua kata tersebut diucapkan dalam bentuk V1 oleh mahasiswa sehingga berbunyi know dan come, sedangkan konteks yang terdapat dalam kalimat pidato adalah past tense sehingga menyebabkan terjadinya kesalahan tata bahasa pada tuturan kedua kata tersebut.
            Pada pengujian yang dilakukan pada mahasiswa angkatan 2013, sebanyak 19 kesalahan pelafalan kata kerja lampau bahasa Inggris muncul dengan rincian 18 kali jenis kesalahan pelafalan verba bentuk teratur dan 1 kali kesalahan pelafalan verba bentuk tidak teratur. Kata kerja yang paling banyak disalahucapkan oleh kelompok mahasiswa angkatan 2013 adalah kata bounced sebanyak 4 kali, disusul dengan kata turned dengan jumlah kesalahan 3 kali, sedangkan kata used, perked, dan ducked sebanyak 2 kali dan looked, waited, slammed, screamed, asked hanya sebanyak 1 kali. Seragam dengan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2011 dan 2012, semua kesalahan yang muncul berbentuk penghilangan infleksi -ed pada setiap kata kerja yang diucapkan sehingga menyebabkan pelanggaran tata bahasa dalam konteks past tense.
Kesalahan pelafalan yang muncul pada ketiga kelompok mahasiswa di atas cenderung memiliki pola yang sama. Pada masing-masing kelompok, kesalahan yang muncul lebih banyak dilakukan pada pelafalan verba bentuk teratur, dan perbandingannya dengan kesalahan pelafalan verba tidak teratur sangat signifikan. Hampir semua mahasiswa yang diujikan dalam penelitian ini melakukan penghilangan (omission) infleksi pada beberapa kata kerja dalam waktu lampau sehingga dibaca sebagai kata kerja bentuk present atau V1. Selain itu, kata-kata yang mengalami missing inflection juga pada umumnya seragam antara lain looked, perked, turned, slammed, dan bounced, dan bunyi -ed yang hilang tidak dipengaruhi oleh bunyi kata yang muncul setelahnya sehingga kesalahan hanya terjadi pada pelafalan verba-verba yang dihilangkan infleksinya oleh mahasiswa. Walaupun pola kesalahan yang dilakukan cukup serupa, kesalahan pelafalan yang dilakukan sangat minimal jika dibandingkan dengan tingkat kesuksesan pelafalan verba lampau yang dimiliki oleh mahasiswa sehingga tetap menandakan bahwa kesalahan yang muncul hanya berupa selip lidah.
Kesalahan missing inflection yang muncul pada penelitian tahap speech reading ini muncul karena perbedaan fitur bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dengan bahasa Inggris. Dalam penelitian tahap ini, fitur bahasa Inggris yang tidak terdapat dalam bahasa Jawa sebagai bahasa ibu adalah infleksi, dan infleksi adalah salah satu fitur dalam bahasa Inggris yang paling penting karena berfungsi sebagai penanda konteks waktu frasa atau kalimat. Karena ketidaktersediaan fitur inilah mahasiswa-mahasiswa penutur bahasa Jawa ini memiliki kecenderungan untuk melakukan penghilangan infleksi pada verba lampau dan melakukan generalisasi berlebihan atau overgeneralization pada beberapa penggunaan kata kerja bahasa Inggris. Karena penelitian ini sudah menggunakan mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa dengan latar belakang yang homogen, penelitian ini dapat dikembangkan lebih jauh dengan penelitian selanjutnya yang dapat menggambarkan seberapa besar peran bahasa ibu pada kesalahan-kesalahan pelafalan yang dilakukan.
Tidak hanya missing inflection, jenis kesalahan lainnya yang muncul adalah kesalahan pelafalan verba lampau bentuk tidak teratur yang tidak memiliki infleksi (zero inflection) dalam bentuk tertukarnya penggunaan V2 dengan V1 pada teks dalam bentuk lampau. Walaupun tidak sebanyak missing inflection, jenis kesalahan ini tetap muncul pada beberapa mahasiswa. Sebagai contoh, pada sebuah kalimat dalam teks pidato muncul kata came yang merupakan bentuk dasar dari kata come, menandakan kalimat tersebut berada dalam konteks waktu lampau. Akan tetapi, beberapa mahasiswa melakukan salah ucap dengan mengucapkan kata come yang merupakan bentuk dasar dari came. Kesalahan pelafalan tersebut termasuk dalam kesalahanan tatanan fonemis atau phonemic error. Dalam kasus ini, fonem yang tertukar adalah /eɪ/ pada came yang berbunyi /keɪm/ dengan /ʌ/ pada come yang berbunyi /kʌm/. Tertukarnya fonem vokal tersebut mempengaruhi perbedaan produksi V2 dengan V1 yang dilakukan oleh mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa. Kesalahan pengucapan tersebut terjadi karena dalam bahasa Jawa tidak ada pengaturan kata kerja yang dipengaruhi oleh konteks waktu seperti dalam bahasa Inggris. Serupa dengan kesalahan jenis missing inflection, ketidaktersediaan fitur bahasa ini menyebabkan munculnya kesalahan dalam pengucapan kata kerja bahasa Inggris bentuk lampau yang dilakukan oleh mahasiswa penutur bahasa Jawa.
Jika dilihat dari persentase kesuksesan keseluruhan pada tahap ini, produksi verba lampau bentuk teratur jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produksi verba bentuk teratur. Hal ini menjadi menarik karena hipotesis awal yang sudah ada sebelumnya yang menyatakan bahwa produksi verba lampau bentuk tidak teratur lebih sulit dibandingkan bentuk teratur (lihat Bab 2) tidak berlaku pada hasil penelitian ini karena mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa lebih menguasai produksi verba bentuk tidak teratur dibandingkan dengan produksi verba bentuk teratur. Hal ini mengindikasikan tingginya kemampuan mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa dalam mengambil verba lampau dari leksikon secara utuh dibandingkan kemampuan dalam memproses verba bentuk teratur berdasarkan pengaturan dalam bahasa Inggris tentang regular verbs dengan menambahkan  infleksi -ed di bagian akhir verba.

Pembahasan Spontaneous Speech
            Beberapa jenis kesalahan pelafalan yang dilakukan oleh mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa angkatan 2011, 2012, dan 2013 pada tugas berbicara lisan secara langsung muncul karena tidak konsistennya penggunaan kata kerja bahasa Inggris dalam bentuk past tense yang dijadikan pengontrol dalam wawancara. Hal ini menyebabkan munculnya kesalahan-kesalahan pelafalan seperti penghilangan infleksi -ed pada verba lampau bentuk teratur dan kesalahan pelafalan V2 yang tertukar dengan V1 yang berbentuk tidak teratur walaupun bentuk verba ini tidak memiliki modifikasi penambahan infleksi (zero inflection). Pada kutipan percakapan yang dilakukan dengan mahasiswa berinisial D yang tertera di bawah ini,
(1)     D:   Ah, it was difficult, at first.
F:    And?
D:   And it’s not like... what I expect...

(2)     D:   Actually when I, when I choose IPS as my... my study, I don’t think... I didn’t think that I... you know, could be the best at my school... at my class, but then I can do it. I really... I’m really proud of myself so... I think that was very unforgettable experience.

jenis kesalahan yang muncul disebabkan oleh tidak konsistennya penggunaan kata kerja yang digunakan dalam kalimat. Pada contoh (1) yaitu “it was difficult at first” sudah dilakukan penggunaan kata kerja bentuk past tense, namun pada penuturan selanjutnya “it’s not like... what I expect... penggunaan verba lampau yang sesuai dengan konteks dalam wawancara dilanggar dengan menghilangkan infleksi -ed pada verba expect sebagai penanda past tense. Oleh karena itu, kata yang digunakan yaitu expect merupakan V1, dan penggunaan V1 dalam kalimat past adalah salah satu bentuk pelanggaran berbahasa.
            Pada contoh kutipan (2) yang tertulis di atas terdapat beberapa jenis kata kerja yang tidak secara konsisten digunakan. Penggunaan choose, don’t, dan can, dinilai tidak tepat karena konteks yang terdapat dalam kalimat wawancara tersebut adalah dalam past tense sehingga penggunaan bentuk kata kerja dalam present tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, alternatif jawaban yang dapat diberikan dalam kutipan tersebut adalah,
Actually when I, when I chose IPS as my... my study, I didn’t think... I didn’t think that I... you know, could be the best at my school... at my class, but then I could do it. I really... I was really proud of myself so... I think that was very unforgettable experience.

Kesalahan dalam bentuk inkonsistensi penggunaan kata kerja bahasa Inggris dalam bentuk past tense juga dapat dilihat dari contoh kutipan di bawah ini.
(3)   Rk:  Because I mean the teachers that taught me in that semester, they  kind of objective in giving the grade because previously I don't know how the teacher gave us the score but that semester they gave the grade objectively so I feel reassured because I kind of a student model type.

Pada contoh kutipan wawancara yang dilakukan dengan mahasiswa berinisial Rk (4) di atas, bentuk kesalahan yang muncul juga seragam dengan contoh kutipan (1), (2), dan (3) yaitu tidak konsistennya penggunaan kata kerja bahasa Inggris dalam bentuk past tense dengan bentuk present tense. Dalam konteks wawancara ini, sama dengan konteks sebelumnya, menggunakan kerangka waktu past. Oleh karena itu, kata kerja yang harus digunakan dalam kalimat adalah yang berbentuk past atau dalam bentuk V2. Alternatif jawaban yang tepat yang dapat diberikan pada kalimat tersebut adalah,
Because I mean the teachers that taught me in that semester, they were kind of objective in giving the grade because previously I didn’t know how the teachers gave us the score but that semester they gave the grades objectively so I feel reassured because I was kind of a student model type.”

            Rendahnya tingkat kesuksesan pelafalan kata kerja lampau bentuk teratur dan tidak teratur pada pengujian tahap spontaneous speech yang bersifat komunikatif menandakan sebagian besar mahasiswa tidak mampu melafalkan kata kerja lampau bentuk teratur dan tidak teratur yang optimal pada saat berkomunikasi dua arah secara langsung. Jauh berbeda dengan yang dihasilkan pada pengujian speech reading, seluruh mahasiswa yang diujikan memiliki tingkat kesuksesan pelafalan verba dari cukup baik hingga sangat baik, dan hal ini menandakan secara keseluruhan mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa sudah memiliki penguasaan pelafalan verba lampau bentuk teratur dan tidak teratur yang baik.
Pada speech reading, kesalahan pelafalan yang dilakukan oleh mahasiswa cenderung sedikit karena kata yang muncul sudah ada dalam tayangan video dan naskah yang dibaca sehingga proses produksi kata tidak terlalu bergantung pada pengetahuan konteks bahasa yang dimiliki mahasiswa. Pada saat melakukan pembacaan naskah, mahasiswa tidak perlu memproses background knowledge dari bahasa yang akan disampaikan. Hal ini berlaku pada verba bentuk teratur maupun tidak teratur. Pada verba bentuk teratur, mahasiswa tidak perlu “menggali lebih dalam” leksikon penggunaan V1 yang sudah dimodifikasi dengan infleksi -ed dan hanya tinggal membaca naskah yang sudah disediakan. Untuk verba bentuk tidak teratur, mahasiswa juga tidak perlu mencari leksikon yang tepat dari perubahan kata antara V1 dan V2 sehingga kesulitan yang dialami akan jauh lebih ringan.
Sebaliknya, pada spontaneous speech, mahasiswa diminta untuk tetap mengikuti wawancara sesuai dengan konteks yang sudah disesuaikan (past tense) dan berusaha memproduksi kalimat dalam bahasa Inggris yang sesuai dengan tata bahasa yang tepat. Berbeda dengan tahap speech reading, pada tahap ini pengetahuan mahasiswa dalam menggunakan kata kerja bentuk past akan lebih banyak dibutuhkan karena tidak ada naskah yang digunakan untuk membantu mahasiswa memproduksi kata yang tepat. Mahasiswa harus memutuskan apakah verba yang digunakan merupakan verba bentuk teratur atau tidak teratur. Jika yang digunakan adalah bentuk teratur, maka mahasiswa harus melakukan modifikasi verba dengan penambahan infleksi -ed dan fonemnya di akhir verba. Jika yang digunakan adalah bentuk tidak teratur, mahasiswa harus menggunakan leksikon V2 yang utuh dan tidak mengalami modifikasi penambahan infleksi seperti verba bentuk teratur.
Pada titik inilah hambatan muncul yang secara signifikan mengganggu penuturan kata kerja bahasa Inggris bentuk past yang sesuai dengan tata bahasa. Adanya tayangan video dan naskah pada pembacaan pidato membantu mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa dalam “mencari” penggunaan kata kerja yang tepat tanpa harus “menggali” lebih dalam pengetahuan yang mereka miliki tentang penggunaan kata kerja bahasa Inggris bentuk past. Selain itu, pada pembacaan naskah tidak ada batasan waktu (time constraint) yang diberikan sehingga mahasiswa mampu lebih berhati-hati saat membaca teks. Hal yang berbeda terjadi pada pengujian spontaneous speech. Adanya time constraint dan tidak adanya teks menyebabkan mahasiswa kesulitan untuk menggunakan kata kerja dalam kalimat wawancara yang sesuai dengan tata bahasa Inggris yang tepat. Oleh sebab itu, mahasiswa sebagai subjek penelitian ini cenderung mengambil cara paling “aman” pada beberapa penuturan jawaban yaitu dengan menggunakan konteks present tense dalam kalimat yang diucapkan.
Variasi fitur kata kerja dalam konteks past tense yang lebih beragam dapat mengakibatkan kesulitan bagi mahasiswa yang terlibat dalam penelitian ini pada saat berbicara di tahap spontaneous speech. Penggunaan kata kerja dalam present tense pada akhirnya dilakukan oleh mahasiswa dalam beberapa kesempatan karena fitur pada present tense yang lebih mudah untuk digunakan dan tidak membutuhkan waktu yang lama dalam memproduksi kalimat dalam wawancara sehingga dijadikan sebagai cara yang paling “aman” dalam menyampaikan pesan. Akan tetapi, penggunaan present tense tidak sesuai dengan konteks yang diberikan dalam pertanyaan yang diajukan dalam past tense sehingga menimbulkan generalisasi berlebihan (overgeneralization) terhadap konteks dalam wawancara sebagai bentuk interferensi dalam berbahasa pada spontaneous speech. Oleh karena itu, pada tahap ini interferensi dalam bentuk overgeneralization adalah penyebab utama banyaknya kesalahan penggunaan kata kerja bahasa Inggris bentuk past dalam tahap spontaneous speech, dan hal ini mengimplikasikan bahwa mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa cenderung mengalami permasalahan ini pada saat berkomunikasi langsung.


Kesimpulan

            Kesimpulan umum dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa memiliki penguasaan pelafalan verba lampau yang berbeda pada setiap tugas yang diberikan, yaitu penguasaan pelafalan verba bentuk teratur lebih rendah dibandingkan pelafalan verba bentuk tidak teratur pada saat membaca lisan, namun lebih tinggi saat berbicara langsung secara dua arah. Selain itu, penguasaan pelafalan verba lampau pada saat membaca lisan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pada saat berbicara secara langsung. Faktor utama yang menjadikan tidak selarasnya penguasaan pelafalan pada saat membaca lisan dan berbicara langsung adalah pengaruh adanya time constraint dan tidak adanya narasi yang membantu mahasiswa dalam melafalkan verba lampau. Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis sebagai pihak yang meneliti mahasiswa program studi Inggris penutur bahasa Jawa dalam penelitian ini memiliki beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh mahasiswa sebagai pembelajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua dan pihak yang memberikan dan menyusun pengajaran bahasa Inggris di program studi Inggris Universitas Indonesia. Saran-saran tersebut dijabarkan dalam poin-poin berikut.
1.      Walaupun pembelajaran past tense terutama penggunaan verba bentuk teratur dan tidak teratur sebagai bagian dari materi mata kuliah Bahasa Inggris telah dilakukan di semester awal, sebaiknya mahasiswa memiliki peran aktif dalam terus mempelajari tata bahasa Inggris materi past tense pada semester-semester berikutnya.
2.      Mahasiswa sebagai pembelajar sebaiknya melakukan refleksi diri terhadap penggunaan-penggunaan kata kerja yang sudah dilakukan. Hal ini dapat dilakukan supaya menghindari kesalahan yang sama pada penggunaan kata kerja saat berkomunikasi.
3.      Pengajar mata kuliah Bahasa Inggris khususnya materi grammar sebaiknya secara konsisten menguji pemahaman mahasiswa dalam penggunaan verba lampau dan mengevaluasi praktik mahasiswa dalam penggunaanya di kelas. Sisi yang dapat diuji adalah pelafalan verba lampau yang dilakukan oleh mahasiswa, apakah pelafalan tersebut sudah tepat atau masih terdapat kesalahan-kesalahan seperti yang muncul pada penelitian ini.
4.      Pengajar mata kuliah Bahasa Inggris khususnya materi listening and speaking sebaiknya berkolaborasi dalam mengajarkan mahasiswa tentang penggunaan kata kerja bahasa Inggris bentuk past. Sejauh ini berdasarkan pengamatan dari penulis, pada perkuliahan listening and speaking yang menjadi fokus adalah kelancaran (fluency) mahasiswa dalam berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan kurang mengutamakan akurasi (accuracy) dalam berkomunikasi dengan tepat sesuai dengan tata bahasa Inggris.
Selain itu, penelitian ini dapat dikembangkan lebih jauh lagi dengan adanya penelitian interlingual lanjutan yang menganalisis penulisan bebas yang dilakukan oleh mahasiswa penutur selain Jawa. Hal ini perlu dilakukan karena serupanya fitur-fitur bahasa yang daerah yang ada di Indonesia dengan bahasa Indonesia sendiri, dan berbeda dengan fitur yang ada dalam bahasa Inggris. Penulisan tersebut dapat berupa esai, jurnal, makalah, atau karangan bebas yang menggunakan bahasa Inggris sehingga variasi penggunaan kata kerja bahasa Inggris bentuk past dapat lebih ditunjukkan dan diamati dan pola penggunaan kata kerja dalam tulisan-tulisan tersebut dapat lebih terlihat jika dibandingkan dengan penggunaan kata kerja bahasa Inggris dalam kegiatan lainnya. Tidak hanya itu, penelitian lanjutan juga dapat dilakukan dengan memberikan pengujian pada subjek penelitian yang lebih banyak lagi sehingga dapat memberikan gambaran hasil yang lebih detail dan kuat validasinya. Tidak hanya itu, penelitian lanjutan dapat menggunakan konten pengujian yang lebih seragam sehingga hasil yang didapatkan mampu menjadi lebih valid.

DAFTAR REFERENSI

Ahmad, H. P. (2002). Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Manasco Offset.
Amberg, J.S. & Vause, D.J. (2009). American English: history, structure, and usage. New York: Cambridge University Press.
Brown, H. D. (1980). Principles of language teaching and learning. New Jersey: Prentice Hall.
Brown, H. D. (2007). Principle of language learning and eaching. New York: Pearson Education, Inc.
Bybee, J. L., & Slobin, D. I. (1982). Rules and schemas in the development and use of the English past tense. Language, 265-289.
Chomsky, N. (1965). Aspects of the theory of syntax. Cambridge, MA: MIT Press.
Coghill, J. & Magedanz, S. (2003). English grammar. New Jersey: Wiley.
Corder, S. P. (1982). Error analysis and interlanguage. Oxford: Oxford University Press.
Crystal, D. (1997). English as global language - second edition. New York: Cambridge University Press.
Dulay, et al. (1982). Language Two. New York: Oxford University Press.
Gebhardt, F. (2011). English pronunciation. Diakses 13 Mei 2015 dari http://lettere2.unive.it/lingue/lingua_ING/English_Pronunciation.pdf.
Gottlieb, M., Cranley, M. E., & Cammileri, A. (2007). Understanding the WIDA English language proficiency standards: A resource guide. Board of Regents of the University of Winconsin System.
Hammerly, H. (1973). The correction of pronunciation errors. The Modern Language Journal, 57(3), 106-110.
James, C. (2001). Errors in language learning and use. London: Longman.
Kachru, Y. (2008). Cultures, context, and world Englishes. New York: Routledge.
Khairah, M. & Ridwan, S. (2014). Sintaksis: memahami satuan kalimat perspektif fungsi. Jakarta: Bumi Aksara.
Langan, J. (2001). College writing skills with readings. Boston: McGraw Hill.
Lennon, P. (1991). Error: some problems of definition and identification. Applied Linguistics, 13, 180-195.
McCarthy, C. (2006). What's missing from missing inflection?: features in L2 Spanish. McGill Working Papers in Linguistics, 20(2), 21.
McClelland, J. L., & Patterson, K. (2002). Rules or connections in past-tense inflections: what does the evidence rule out?. Trends in cognitive sciences, 6(11), 465-472.
Moulton, W. G. (1962). Toward a classification of pronunciation errors. The Modern Language Journal, 46(3), 101-109.
Mulyani, S. (2011). Verba turunan dalam bahasa Jawa. Universitas Negeri Yogyakarta. http:// http://download.portalgaruda.org/article.php?article= 52360&val=486.
Napitupulu, S. (2008). Analisis Kesalahan Sintaksis Karangan Bahasa Inggris Jurusan Bahasa Inggris FKIP Universitas HKBP Nommensen Pematang Siantar. Tesis Magister pada Universitas HKBP Nommensen Pematang Siantar: diterbitkan.
Purpura, J. E. (2004). Designing Test Tasks to Measure L2 Grammatical Ability. Assessing Grammar, 100-145.
Richards, J. C. (1971). A non-contrastive approach to error analysis. English Language Teaching Journal, 25, 3, 204-219.
Richards, J. C. (2001). Curriculum development in language teaching. New York: Cambridge University Press.
Selinker, L. (1972). Interlanguage: an international review of applied linguistics. London: Longman.
Stageberg, N. C. & Oaks, D. D. (2000). An introductory English grammar. Fort Worth, TX: Harcourt College Publishers.
Swan, M. (2005). Practical English usage. Oxford: Oxford University Press.
Tarigan, H. G. (1998). Pengajaran analisis kesalahan berbahasa. Bandung: Angkasa.
Yang, Y., & Lyster, R. (2010). Effects of form-focused practice and feedback on Chinese EFL learners’ acquisition of regular and irregular past tense forms. Studies in Second Language Acquisition, 32(02), 235-263.




[1] https://www.youtube.com/watch?v=q86u0bDE17w
[2] Satu kata kerja yang sama jika muncul dua kali atau lebih dihitung sesuai dengan jumlah kemunculannya.
[3] Regular Verbs
[4] Irregular Verbs
[5] Keputusan Rektor Universitas Indonesia Nomor 838A/SK/R/UI/2007 tentang Administrasi Hasil Belajar Mahasiswa Universitas Indonesia
[6] Verba lampau yang seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 8 kali dengan verba bentuk teratur sebanyak 4 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 4 kali
[7] Verba lampau yang seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 11 kali dengan verba bentuk teratur sebanyak 2 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 9 kali
[8] Verba lampau yang seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 19 kali dengan verba bentuk teratur sebanyak 4 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 15 kali
[9] Verba lampau yang seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 13 kali dengan verba bentuk teratur sebanyak 4 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 9 kali
[10] Verba lampau yang seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 14 kali dengan verba bentuk teratur sebanuak 5 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 9 kali
[11] Verba lampau yang seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 13 kali dengan verba bentuk teratur sebanyak 5 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 8 kali
[12] Verba lampau yang seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 12 kali dengan verba bentuk teratur sebanyak 3 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 9 kali
[13] Verba lampau yang seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 11 kali dengan verba bentuk teratur sebanyak 4 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 7 kali
[14] Verba lampau yang seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 23 kali dengan verba bentuk teratur sebanyak 9 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 14 kali
[15] Verba lampau yang seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 8 kali dengan verba bentuk teratur sebanyak 4 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 4 kali
[16] Verba lampau yang seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 5 kali dan semuanya adalah verba bentuk tidak teratur (tidak ada verba bentuk teratur yang diproduksi)
[17] Verba lampau yang seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 8 kali dengan verba bentuk teratur sebanyak 3 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 5 kali
[18] Verba lampau yang seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 23 kali dengan verba bentuk teratur sebanyak 9 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 14 kali
[19] Verba lampau yang seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 24 kali dengan verba bentuk teratur sebanyak 9 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 15 kali
[20] Verba lampau yang seharusnya dihasilkan adalah sebanyak 16 kali dengan verba bentuk teratur sebanyak 4 kali dan bentuk tidak teratur sebanyak 12 kali