Rabu, 27 Maret 2013

Frida Handayani: Tugas akhir mata kuliah Linguistik program D-IV Terapi wicara Poltekkes Surakarta



KEMAMPUAN MENAMAI PADA PASIEN AFASIA BROCA
DENGAN GANGGUAN ANOMIA PRODUKSI KATA


Diskusi


Afasia adalah gangguan bahasa yang disebabkan oleh cedera otak. Penyebab terbesar terjadinya angka kejadian afasia adalah karena Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO), Traumatic Brain Injury (TBI), infeksi dan afasia progresif. Afasia umumnya di sebabkan oleh kerusakan di hemisfer sebelah kiri.
Afasia Broca merupakan terganggunya kemampuan berbicara seseorang akibat kerusakan otak di daerah fronto-parietal, bagian terbelakang girus frontal ke tiga di hemisfer kiri (daerah suprasylvis baik itu terjadi di operkulum maupun insula). Adapun hasil dari pemeriksaan CT-scan pasien tertanggal 3 Januari 2012 di dapatkan kesan : infark luas di lobus temporo-parietalis sampai frontalis kiri. Sedangkan hasil MRI brain di dapatkan kesimpulan : acute thromboemboli cerebral infarction di daerah lobus parietalis kiri, tidak tampak chronic infarction.

Meskipun hasil ct-scan tidak secara gamblang menyebutkan adanya kerusakan di daerah operculum namun disana tertulis lokasi lesi meluas kearah lobus frontalis. Jika melihat gejala yang muncul pada pasien kemungkinan daerah operculum juga ikut terkena.

Pada saat terapi berlangsung respon yang dimunculkan pasien tidak seluruhnya berjalan dengan lancar, sesekali muncul perseverasi tapi yang lebih sering muncul adalah parafasia literal. Ketika respon verbal sulit di dapat, pasien langsung otomatis menggerakkan jarinya atau spontan mengambil pulpen untuk segera menuliskan huruf awal dari kata yang di maksud. Meskipun tiap pertemuan terapi, materinya di ulang sebanyak tiga kali, bukan berarti responnya pasien selalu benar. Dan saat melakukan kesalahan atas produksi ujaran yang diucapkan, pasien menyadari kesalahannya, dan berusaha untuk mencoba memperbaiki kesalahan tersebut.

Selama berlangsungnya proses terapi ini, penulis mencoba menjaga suasana sekitar menjaga santai dan menyenangkan, penulis tidak mem-push pasien untuk selalu bisa merespon dengan benar. Yang penulis inginkan adalah pasien dapat mencari sendiri “kunci” dari kata-kata yang dimaksud baik itu secara verbal maupun tulisan. Saat kedua repon tersebut tidak berhasil di capai, yang penulis lakukan adalah menunjukkan daftar materi kata kategori sayuran tersebut, kemudian meminta pasien untuk memilih satu diantara daftar kata tersebut mana yang sesuai dengan stimulus gambar yang di berikan. Setelah itu meminta pasien untuk memperhatikan dengan seksama kata tersebut kemudian meminta pasien untuk membacanya keras-keras secara berulang-ulang. Dengan tujuan kemampuan menamainya semakin lancar.
Setelah di berikan latihan yang terus di ulang (drill), kemampuan menamai kategori sayuran pasien semakin meningkat. Dalam proses menamai sekarang ini pasien tidak lagi membutuhkan jeda waktu yang lama sebagai bagian dari proses menemukan kata. Meskipun tidak semua dapat direspon verbal secara cepat tapi pasien mencoba berproses dengan menulis awalan huruf pada kata untuk selanjutnya menamai secara verbal dan tulisan.

Penulis menyadari bahwa proses latihan menamai pada kategori kata yang di maksud adalah tidak mudah bagi pasien. Oleh sebab itu penulis selalu memberikan motivasi penuh kepada pasien untuk terus dapat berlatih di manapun, baik itu kunjungan ke rumah sakit ataupun berlatih di rumah.


Kesimpulan

1. Anomia produksi kata adalah gangguan yang biasa menyertai Afasia Broca.
2. Pasien kesulitan untuk menemukan kata dari kata yang dimaksudkan.
3. Kompensasi yang biasa dilakukan pasien untuk memancing penemuan kata adalah dengan menuliskan huruf awal dari kata yang di maksudkan.




Sudarman: Tugas akhir mata kuliah Linguistik program D-IV Terapi wicara Poltekkes Surakarta

ANALISIS KEMAMPUAN SINTAKSIS PADA USIA 3,5 TAHUN di SURAKARTA


Kesimpulan

Dari hasil peneltian kasus yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa ;
1. Anak dapat menamai gambar-gambar kata kerja yang di tunjukan oleh terapis, tetapi kemampuan menamainya masih urang tepat karena anak cenderung menyebut kata dasar dari gambar tersebut.
2. Dari segi sintaksis bahwa anak usia 3 tahun 5 bulan, sudah cukup baik kemampuan sintaksinya, artinya anak telah mampu menamai gambar dengan baik sesuai dengan kontek kalimat walaupun belum lengkap, namun dapat di mengerti oleh orang lain.
3. Pada penelitian tersebut peroleh gambaran bahwa anak telah mampu merangkai kalimat sederhana dengan baik walaupun masih terjadi gangguan artikulasi dalam bentuk subtitusi pada fonem /r/ menjadi /l/ hal tersebut disebabkan karena pada usia tersebut kematangan organ artikulasi/oran produksi bunyi masih belum sepenuhnya matang/berfungsi secara maksimal.

Sudarman: Tugas akhir mata kuliah Linguistik program D-IV Terapi wicara Poltekkes Surakarta

Lia Ratih Nurhidayah: Tugas akhir kuliah Linguistik D-IV Terapi Wicara, Poltekkes Surakarta


PERBEDAAN KEMAMPUAN ARTIKULASI PADA ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN USIA 3 TAHUN DI SURAKARTA


PEMBAHASAN

Proses fonologis yang dialami oleh AO dan AR menunjukan adanya perbedaan antara FA dan AH. Setelah dilakukan tes artikulasi, kemampuan pengucapan/ pelafalan FA dan AH lebih jelas dan tepat. Beda dengan AO dan AR, mereka mengalami penggantian dan penghilangan fonem pada tingkat kata. AO mengalami penghilangan pada kata telur menjadi telu, gunting menjadi unting dan mengalami penggantian pada kata gigi menjadi didi, rumah menjadi lumah, piring menjadi piying, telur menjadi telu, daun menjadi taun, hidung menjadi hitung. Sedangkan AR mengalami penggantian pada kata gunting menjadi tunting, gigi menjadi didi, rumah menjadi lumah, piring menjadi piling, telur menjadi telul, daun menjadi taun, hidung menjadi hitung.

KESIMPULAN

Dari hasil identifikasi dan tes yang telah dilakukan terdapat perbedaan kemampuan pelafalan konsonan/ fonem tingkat kata. Dari perbandingan jarak perkembangan normal tidak ada masalah/ gangguan artikulasi. Karena menurut menurut Sander JSHD 1972; Smit, et all JSHD 1990 kemampuan konsonan antara laki-laki dan perempuan tidak sama saat perolehan suatu fonem dalam bentuk kata. Dari konsonan yang dialami oleh AO dan AR masih normal tidak disebut gangguan artikulasi. Batas normal konsonan yang diproduksi perempuan antara lain : /g/ rentang usia batas normal usia 2-3 ½ tahun, /r/ 3-8 tahun dan /d/ 2-3 tahun. Sedangkan kemampuan konsonan yang diproduksi laki-laki antara lain :/g/ rentang usia batas normal 2-3 tahun, /r/ 3-8 tahun, dan /d/ 2-3 ½ tahun.